Scroll untuk baca artikel
Blog

BAWA: Daging Anjing Masih Dijual Bebas Sebab Aturan Tak Dijalankan

Redaksi
×

BAWA: Daging Anjing Masih Dijual Bebas Sebab Aturan Tak Dijalankan

Sebarkan artikel ini

Salah satu kampanye yang berhasil dilakukan BAWA di antaranya ialah menyusun Peraturan Desa (Perdes) pertama di Indonesia yang melarang perdagangan daging anjing dan menghentikan kekejaman pada anjing di Sanur Kaja, Denpasar Selatan.

Perdes yang dimaksud Janice adalah Perdes Sanur Kaja No 3/2018 Tentang Tatacara Pemeliharaan Dan Penanganan Anjing di Desa Sanur Kaja. Perdes ini mengatur di antaranya soal larangan mengonsumsi, memperjualbelikan daging anjing, sekaligus kewajiban pemilik anjing.

“Melalui aturan ini kami berharap untuk dapat mencegah potensi pelaku kekejaman terhadap hewan, dan memberdayakan masyarakat untuk berbicara dan melaporkan kejahatan kepada pihak berwenang,” kata Janice.

Janice mengatakan, BAWA kini sedang gencar mempromosikan Perdes Sanur Kaja untuk dapat diterapkan di lebih banyak lagi desa lain di sekitar Bali.

Selain itu, BAWA juga aktif melakukan sosialisasi undang-undang pemerintah yang ada saat ini. Sosialisasi dimaksudkan untuk membuat masyarakat dan otoritas lokal aware bahwa perilaku kejam terhadap hewan tidak dapat diterima.

“Kami memasang spanduk-spanduk edukasi, dan melakukan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman terhadap aturan ini,” kata Janice.

Namun, Janice tak menampik bahwa upaya untuk mengikis praktik brutal terhadap hewan merupakan langkah penuh hambatan, khususnya soal konsumsi daging anjing, di mana ia dan kawan-kawannya sering ditentang masyarakat. Sebab, pada beberapa kasus, praktik konsumsi daging anjing punya afiliasi dengan ritus agama dan budaya masyarakat setempat.

“Beberapa kalangan mungkin kesal jika makan daging anjing nantinya menjadi ilegal, karena mereka melihatnya sebagai bagian dari budaya mereka. Tetapi budaya dapat dan harus beradaptasi dengan berlalunya waktu,” kata Janice.

Janice yakin di tengah dunia yang sedang bergerak, masyarakat pelahan-lahan akan ikut berubah dan tidak lagi menerima anjing sebagai makanan.

Itulah mengapa jenis gerakan yang dipilih BAWA adalah soft politics yang mengedepankan edukasi dan pendekatan sosial budaya.

Edukasi yang dilakukan BAWA terutama menyasar kepada generasi yang lebih muda. Janice mengatakan, BAWA telah memiliki program yang didedikasikan untuk mengajar anak-anak sekolah dasar agar bersikap baik dan menghargai hewan.

“Harapannya generasi masa depan tidak lagi berpikir menyakiti hewan karena mereka tahu hewan juga merasakan hal yang sama. Ketakutan dan rasa sakit yang kita alami sebagai manusia dapat dirasakan juga oleh hewan. Hewan adalah sahabat, keluarga, dan pelindung kita; hewan bukanlah makanan kita,” tutup Janice Girardi. [dmr]