BARISAN.CO – Malnutrisi masih menjadi ancaman di tanah air. Berdasarkan data World Life Expectancy 2018, Indonesia menempati posisi 39 dengan tingkat rata-rata kematian akibat malnutrisi mencapai 17.424 jiwa atau 1,02 persen dari total kematian. Hal itu berarti dua tahun sebelum pandemi melanda, asupan gizi yang dikonsumsi masyarakat tergolong jauh dari kategori baik.
Malnutrisi sendiri disebabkan oleh kekurangan gizi dan memiliki empat jenis yaitu wasting (kekurangan gizi akut), stunting (tinggi badan yang rendah untuk usianya), underweight (berat badan kurang), serta defisiensi vitamin dan mineral. Sedangkan tahun lalu, UNICEF menyebut Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban stunting serta wasting pada anak tertinggi di dunia.
Anak-anak di Indonesia merupakan sepertiga dari jumlah populasi dan banyak di antara mereka saat ini mengalami peningkatan kemiskinan, marginalisasi, serta kurangnya akses program perlindungan sosial maupun kesehatan yang layak.
Anak-anak juga menjadi golongan paling berisiko dalam keadaan darurat nasional terutama di saat pandemi masih berlangsung hingga kini.
Edukasi terkait malnutrisi juga tidak menjamin sepenuhnya karena terdapat keterkaitan faktor ekonomi dengan sumber makanan yang dikonsumsi kelak.
Sayangnya, tiap kali bencana terjadi termasuk pandemi yang telah berjalan lebih dari setahun belakangan ini, bantuan yang datang sering kali berupa makanan instan. Sehingga anak-anak yang berada di bawah garis kemiskinan tidak memiliki pilihan selain memakannya untuk mengisi perut mereka.
Tingkat kematian malnutrisi per 100.000 anak
Sumber data: worldlifeexpectancy.
UNICEF bahkan memperkirakan jumlah anak-anak yang mengalami wasting di bawah usia 5 tahun di dunia bisa meningkat sekitar 15 persen akibat Covid-19 jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat.
Selain itu, anak-anak yang mengalami wasting cenderung mengalami stunting. Akibatnya, anak-anak yang mengalami stunting dan wasting rentan mengalami gangguan perkembangan jangka panjang.
Penderita wasting mengalami imun yang lemah dan memungkinkan hampir 12 kali peningkatan risiko kematian dibanding anak-anak dengan gizi yang cukup terpenuhi. Ditambah, dampak stunting hanya dapat dicegah. Sehingga ketika pencegahan gagal dilakukan, maka pengobatan harus secara rutin dilakukan.
Meski kebutuhan begitu mendesak, tidak semua anak-anak dapat memperoleh akses kesehatan yang semestinya.
Pada masa pertumbuhan diperlukan asupan gizi yang baik nan cukup. Sehingga mereka dapat tumbuh berkembang seperti anak-anak semestinya. Sebagai generasi penerus bangsa, pemerintah bukan hanya sekadar memberikan edukasi, namun juga perlu memikirkan pemenuhan asupan gizi mereka terutama disaat banyak orangtua yang tak sanggup melakukannya.
Peran pemerintah bersama masyarakat sekiranya akan membantu anak-anak di masa depan demi tumbuh kembang mereka. [dmr]