Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Belum Pulihnya Kondisi Ketenagakerjaan

Redaksi
×

Belum Pulihnya Kondisi Ketenagakerjaan

Sebarkan artikel ini

BERITA baik tentang ketenagakerjaan disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada dua minggu lalu. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurun dari 6,49% pada Agustus 2021 menjadi 5,83% pada Agustus 2022. Jumlah penganggurnya pun turun dari 9,10 juta orang menjadi 8,42 juta orang.

Akan tetapi, data lain memberi beberapa catatan kritis atas kondisi ketenagakerjaan yang tidak menggembirakan. Sebagai contoh, BPS menyajikan kondisi umum atas mereka yang bekerja dalam beberapa karakteristik. Diantaranya berdasar lapangan usaha dan status dalam pekerjaannya.

Berdasar lapangan usaha dari pekerjaan utama seorang pekerja, pengelompokan serupa dengan dalam data Produk Domestik Bruto (PDB). Yaitu terdiri dari 17 lapangan usaha. Salah satunya adalah sektor pertanian dalam arti luas, yang mencakup pertanian, kehutanan dan perikanan.

Jumlah pekerja di sektor pertanian sebenarnya cenderung menurun selama tahun 2012-2019. Penurunan lebih signifikan pada persentasenya atas total pekerja, karena jumlah pekerja yang cenderung meningkat.

Dampak pandemi membuat sektor pertanian menjadi semacam “penampungan” bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan di sektor lain seperti industri pengolahan. Ketika perekonomian mulai pulih dilihat dari aspek pertumbuhan ekonomi, pekerja di sektor ini masih cenderung bertambah banyak.

Dengan kata lain, turunnya tingkat pengangguran atau bertambahnya orang bekerja cukup banyak disumbang oleh sektor pertanian. Pekerja di sektor Pertanian meningkat signifikan pada Februari 2020 menjadi sebesar 38,96 juta orang dari Agustus 2019 yang sebanyak 35,45 juta orang.

Jumlahnya perlahan kembali berkurang, namun belum pulih sepenuhnya. Petani masih sebanyak 38,70 juta pada Agustus 2022. Sebagai perbandingan pula, nyaris setara dengan delapan tahun lalu atau kondisi Agustus 2014 yang mencapai 38,97 juta orang.

Padahal, laju pertumbuhan sektor pertanian belum seperti era 2011-2019 yang mencapai 3,95% per tahun. Hanya bisa tumbuh 1,77%(2020), 1,84% (2021), dan hanya 1,42% (kumulatif hingga triwulan III-2022).   

Pekerja Informal dan Pekerja Tak Dibayar Meningkat

Berdasar status pekerjaan utama, BPS mengkategorikan pekerja dalam tujuh status. Dua diantaranya disebut disebut pekerja formal, yaitu yang berstatus Buruh/karyawan/pegawai serta Berusaha dibantu buruh tetap.

Lima status lainnya disebut pekerja informal. Yaitu: Berusaha sendiri, Berusaha dibantu buruh tidak tetap, Pekerja bebas di pertanian, Pekerja bebas di nonpertanian, dan Pekerja keluarga/tak dibayar.

Persentase pekerja informal cenderung menurun, dari 69,35% (Agustus 2009) menjadi 55,88% (Agustus 2019). Bisa dikatakan sebagai membaik cukup signifikan selama satu dekade itu.

Pandemi berdampak pada peningkatannya kembali, hingga mencapai 60,47% (Agustus 2020). Ketika pemulihan mulai terjadi dilihat dari aspek pertumbuhan ekonomi, porsi pekerja informal relatif masih bertahan, yaitu 59,45% (Agustus 2021) dan 59,31% (Agustus 2022).

Diantara yang informal itu yang perlu dicermati adalah yang berstatus pekerja keluarga atau pekerja tak dibayar. Yaitu mereka yang bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah atau gaji, baik berupa uang maupun barang. Dalam kehidupan sehari-hari pekerja berstatus ini serupa dengan pengangguran.

Jumlah pekerja dengan status ini sempat cenderung menurun perlahan selama era tahun 2013-2019. Kemudian meningkat signifikan karena dampak pandemi, antara lain ditampungnya mereka yang kehilangan pekerjaan oleh keluarga atau kenalannya. Dari 14,76 juta orang pada Agustus 2019 menjadi 18,32 juta orang pada Agustus 2020. Dan hanya sedikit berkurang menjadi 17,93 juta orang pada Agustus 2021 dan 17,70 juta orang pada Agustus 2022.