Scroll untuk baca artikel
Blog

Benarkah Bule Itu Pasti Kaya? Tidak!

Redaksi
×

Benarkah Bule Itu Pasti Kaya? Tidak!

Sebarkan artikel ini

Pikiran bule itu pasti kaya, tanda mental kita masih terjajah.

BARISAN.CO – Dalam benak beberapa orang, bule identik dengan orang kaya. Mereka memiliki dompet yang tebal.

Suatu hari, saya pernah ditanya begini oleh salah satu bule asal Jerman, “Kenapa banyak perempuan di sini minta duit?” Dia melanjutkan, “Padahal belum ketemu atau kenalan sudah minta transfer”.

Saya hanya tersenyum. Memang jika direnungkan, tentu nilai tukar uang dollar atau euro lebih tinggi. Maka, tidak mengherankan jika melihat bule, terbesit pikiran bahwa mereka pasti kaya.

Bule itu pun berkata, “ Meski Jerman termasuk negara kaya, bukan berarti semua penduduknya kaya. Di negara kami, bahkan ada yang hanya satu bulan sekali makan di restoran. Kenapa? Karena satu kali makan untuk dua orang hanya spageti saja itu bisa 1 juta rupiah. Bahkan, ada keluarga yang tidak mampu untuk pergi ke bioskop.”

Saya menelan ludah mendengarnya. Spageti 1 juta? Gak habis pikir rasa dan porsinya seperti apa.

Dia melanjutkan, dengan mengambil contoh negara lain.

“Amerika misalnya, masih ada yang tidak punya rumah. Mereka harus tinggal di jalan,” lanjutnya.

Saya memang pernah melihat film dokumenter pendek berjudul Lead Me Home di Netflix. Yang mengisahkan tentang tunawisma di pesisir barat Amerika. Jadi, tidak kaget, ketika mendengar Amerika pun memiliki tunawisma.

Setelah memberi gambaran tentang Amerika, dia kembali memulai cerita tentang negaranya.

“Di Jerman, kebanyakan orang sewa. Saya sendiri juga sewa apartemen. Harga rumah di sana mahal. Bisa 10 juta Euro,” ujarnya.

Dia mengaku, tidak memiliki rumah selain harganya yang amat mahal juga karena tinggal sendirian. Sehingga, baginya, rumah bukan prioritas untuk dibeli.

Bahkan, menurut penuturannya, meski diberi jatah sekitar Rp5.000.000 setiap hari dari kantornya selama bekerja di Indonesia, beberapa koleganya memilih untuk menyimpan uang tersebut ketimbang dihabiskan ke klub malam.

“Itulah alasannya kenapa kami selalu datang tepat waktu dan berjalan dengan cepat. Karena bagi kami, waktu adalah uang. Meski, uang tidak membawa kebahagiaan, tapi tekanan biaya hidup memaksa kami melakukannya,” tuturnya.

Di antara kita memang ada yang terjebak dengan pemikiran sederhana nan rumit ini. Melihat kehidupan bule yang bisa keluar-masuk restoran mewah membuat beberapa orang takjub. Tak mengherankan jika pada akhirnya munculnya anggapan, bule itu pasti kaya.

Pajak ditambah dengan biaya hidup yang tinggi, bisa jadi sebenarnya mereka di negara asalnya biasa-biasa saja. Namun, karena mental inlander yang masih menjajah, pikiran dompet tebal dengan mata uang asing pun membuat kita langsung berkaca-kaca.

Jika diingat-ingat, Indonesia ratusan tahun sudah dijajah oleh negara lain. Namun, melihat kenyataan seperti ini memang bisa jadi kita belum puas dengan bangga kepada orang asing seperti bule.

Sampai kapan pikiran itu berlanjut? Entahlah. [rif]