Scroll untuk baca artikel
Blog

Benyamin Sueb, Sekilas Jalan Kariernya & Keputusan Hijrahnya

Redaksi
×

Benyamin Sueb, Sekilas Jalan Kariernya & Keputusan Hijrahnya

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Benyamin Sueb bukan hanya bisa melawak. Ia juga bermusik, menyiar radio, menjadi sutradara, dan mungkin orang lebih akrab mengenal seniman Betawi itu berkat kemampuannya berakting sebagai Babe Sabeni—orang tuanya Doel dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan.

Benyamin Sueb merupakan bungsu dari delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah. Lahir 5 Maret 1939, Benyamin berkhidmat pada dunia kesenian sejak kecil bersama kakak-kakaknya. Namun, sifatnya yang jahil dan humoris membuat Benyamin lebih terkenal dibanding saudara-saudaranya itu.

Keluarga Benyamin memang punya gen seniman. Bayangkan, untuk menunjang kelengkapan mengamen keliling kampung saja, dengan dana terbatas, Ben dan saudara-saudaranya dapat membuat alat musiknya sendiri memanfaatkan barang-barang bekas.

Rebab dari kotak obat, stem bas dari kaleng drum minyak besi, keroncong dari kaleng biskuit. Berbekal alat musik itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu.

Karier

Dicatat dalam buku Ginting (2009), kesuksesan Benyamin dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia.

Seiring proses berkesenian Benyamin, sekurangnya 75 album musik dan 53 judul film pernah ia bintangi. Dalam ranah musik, seperti dicatat oleh jurnalis Denny Sakrie (majalah Rolling Stone edisi 20 Juni 2011), Benyamin Sueb adalah sosok cerdas yang mampu menjadikan musik sebagai medium yang tak sekadar hiburan semata, tapi juga sebagai medium refleksi, kritisi, maupun kontemplasi.

“Jika menyimak karya-karya Benyamin pasti kita akan melihat sebuah potret kehidupan dari sebuah komunal yang beragam,” tulis Denny Sakrie. Ada misalnya lagu bertema tukang-tukang yang ada di sekeliling kehidupan kita seperti ‘Tukang Solder’, ‘Tukang Becak’, ‘Tukang Kridit’, ‘Tukang Sayur’, ‘Tukang Obat’, ‘Tukang Tuak’, ‘Tukang Sado’, ‘Tukang Jala’, ‘Tukang Duren’ , maupun ‘Tukang Minyak’.

Hijrah

Masjid di dekat rumah Benyamin Sueb di Kemayoran, Jakarta, pernah menggembar-gemborkan kabar bahwa seniman Betawi itu telah menjadi pengikut aliran Islam Jama’ah. Aliran ini dikenal memiliki pengaruh sangat kuat terhadap perilaku keagamaan pengikutnya.

Islam Jama’ah (IJ) yang dipimpin Haji Nurhasan Al Ubaidah Lubis Amir sejatinya sama dengan umat Islam lainnya, yang teguh memegang Quran dan Hadist sebagai sumber pokok. Namun, dari sumber itu pula IJ menafsirkan agama cenderung dengan cara mengkafirkan umat Islam lain. Pada gilirannya, MUI semasa diketuai Prof. Dr. Hamka memfatwakan IJ sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan.

IJ menjadi satu fase penting dalam perjalanan hidup Benyamin Sueb. Secara umum, munculnya kesadaran beragama kalangan artis seperti dirinya (fenomena ini belakangan acap disebut ‘hijrah’), kerap dipandang baik dari satu sisi.

Hijrah dianggap mampu mengisi kegersangan spiritual. Dalam bukunya, Greg Fealy (2012) menyebut fenomena ini sebagai “mencari kepastian moral, pengayaan spiritual, dan identitas yang saleh”.

Hijrahnya Benyamin Sueb sempat mendapat tanggapan negatif bebebrapa kalangan, termasuk rekan-rekan artisnya. Apalagi konon, seperti dicatat Tempo, pada tahun 1979 Benyamin bercerai dengan istrinya, Noni, diduga lantaran pengaruh ajaran IJ.

Tapi Benyamin menyangkal itu. “Omong kosong. Orang pada sok tahu!” katanya kepada wartawan.

Dan Benyamin tak surut dengan pilihannya. “Kita mau insaf diributin. Terbalik, dulu minum bir, pesta dansa di rumah, tak ada yang ribut … Apa maunya slebor (mabuk-mabukan atau acak-acakan) saja? Mau dakwah sudah diserang, terima surat kaleng. Ngeri deh!” Kata Benyamin.