Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

BI Genjot Bank Umum Salurkan Kredit UMKM, Adilkah Bagi Semua Perbankan?

Redaksi
×

BI Genjot Bank Umum Salurkan Kredit UMKM, Adilkah Bagi Semua Perbankan?

Sebarkan artikel ini

Melihat realitas histori data tersebut tentunya akan menjadi alarm keras bagi perbankan sendiri, dan selain itu otoritas terlalu memberi target yang cukup berat. Dikarenakan berdasar data Statistik system keuangan Indonesia, sejak 2013 sendiri berdasarkan data porsi kredit UMKM terhadap kredit keseluruhan belum pernah menyentuh angka 20% . Terlebih semakin berjalannya digitalisasi waktu membuat UMKM terdisrupsi hadirnya e-commerce dan marketplace yang menawarkan produk-produk dengan harga murah dan dengan cara yang instan.

“Apalagi, selama ini dari tahun ke tahun dan dengan kepemimpinan presiden siapapun, UMKM selalu hanya menjadi jargon yang digadang-gadang untuk selalu diprioritaskan. Sebetulnya UMKM dalam memperoleh porsi kredit bank sama sekali tidak terjadi kenaikan statistik yang signifikan. Apalagi program-program kucuran kredit untuk UMKM selama era pandemi malah berjalan stagnan dan cenderung turun” ujar Awalil.

Kondisi Performa Kredit UMKM

Kondisi Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM keseluruhan terkini sangat mengkhawatirkan, padahal batas wajar tingkat Kesehatan kredit di angka 5 saja sudah diangka kategori cukup sehat, apalagi NPL per akhir Mei kredit UMKM menyentuh angka 10,67%.

“Angka NPL kredit UMKM cenderung diangka tinggi bahkan sampai 10,67% padahal setinggi- tingginya NPL diangga 4 sampai 5, tentunya hal ini tidak sejalan dengan yang dinarasikan di pidato-pidato yang menyebutkan bahwa UMKM lebih kuat dan lebih aman dari pada non-UMKM, padahal jika kita melihat statistika angka tersebut jauh dari kata aman. Tentunya ini sangat memberatkan kinerja bank sendiri jika harus dipaksa mengikuti pendekatan pasar,” kata Awalil.

Kelonjakan NPL tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yang biasanya menghambat penyaluran kredit menjadi kurang tepat dikarenakan hanya melihat seseorang punya usaha saja langsung dengan mudah mendapatkan pinjaman tanpa menimbang segi rasio resiko, karena fokus terhadap target yang harus dicapai.

Atau biasanya hal tersebut terjadi karena pengalihan kredit biasa yang dialihkan menjadi kredit KUR. Tentu hal tersebut akan menjadi faktor penyebab lain terjadinya ketidakamanan penyaluran kredit UMKM.

Selain itu di era digitalisasi saat ini, yang bertumbuhnya juga perbankan-perbankan yang menyasar segmen digital tentu akan merasakan kesulitan untuk menjangkau segmentasi UMKM. Belum lagi Bank yang dimiliki oleh investor asing yang fokus dengan pembiayaan korporasi ataupun di e-commerce.

Sebagaimana pernah disampaikan oleh Aviliani (Ekonom INDEF) di forum FGD secara daring beberapa waktu mengatakan bahwa, angka RPIM 30% itu di lapangan sangat berat, dan jika bank-bank mengubah model segmentasi bisnis tentu tidak mungkin.