Kesehatan

Bukan Obat yang Menyembuhkan, Namun Ini..

Alfin Hidayat
×

Bukan Obat yang Menyembuhkan, Namun Ini..

Sebarkan artikel ini
Bukan Obat yang Menyembuhkan
Ilustrasi foto: Unsplash/Olga Kononenko

Faktanya tubuh memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri. Para ahli kesehatan kini semakin mampu mengungkap “rahasianya,” yang disebut Salutogenese

BARISAN.CO – Tidak sedikit orang yang menggunakan kekuatan afirmasi dengan mengatakan pada diri sindiri, “aku sehat, aku kuat, aku bisa, dan kata kata positif lainnya”. Hasilnya kebanyakan orang yang melakukannya akan merasa lebih rileks dan percaya diri menghadapi tantangan hidup.

Pertanyaannya sekarang adalah mengapa ada orang yang tidak mudah tertular batuk atau pilek?  Atau sudah tertular, namun lebih cepat untuk sembuh, bahkan tidak sampai menimbulkan gejala penyakit. Dan mengapa ada penderita kanker yang berhasil sembuh kembali?

Ini sebagian fenomena yang terus berusaha ditemukan jawabannya oleh ilmuwan.

Kemempuan Tubuh Menyembuhkan Diri Sendiri

Faktanya tubuh memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri. Para ahli kesehatan kini semakin mampu mengungkap “rahasianya,” yang disebut Salutogenese (Salus yang berarti sehat; Genesis yang berarti asal mula). Dalam Salutogenese yang jadi fokus adalah kesehatan, bukan penyakit.

Contoh kasus, misalnya: seorang pasien selalu mengalami gangguan tidur, karena stres berat dalam pekerjaan atau keluarga. Tentu sebagai solusinya ia bisa minum banyak obat, untuk dapat tidur.

Tapi akan lebih baik jika ia bertanya, kondisi seperti apa yang dibutuhkannya agar dapat tidur dengan baik? Dengan cara itu, ia akan membangkitkan kemampuan tubuhnya untuk menyembuhkan diri sendiri. Karena agar bisa mengatasi penyakit, orang harus menggunakan kemampuan menyehatkan tubuh yang dimiliki masing masing individu.

Kemampuan menyembuhkan yang dimiliki tubuh manusia bisa dibuktikan jika menderita luka. Tubuh punya kemampuan membangun dan mereparasi kembali sel sel yang rusak, sehingga luka bisa mengecil dan akhirnya pulih kembali.

Di samping itu, kesehatan pikis juga mempengaruhi kesehatan tubuh. Jika orang mengalami stres, tubuh akan memproduksi lebih banyak kortisol, dan ini menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, orang lebih mudah tertular penyakit.

Sebaliknya jika orang rileks, neurotransmiter dari otak menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Bagaimana otak dan organ tubuh lainnya bekerjasama untuk menjaga kesehatan tubuh masih harus diteliti lebih jauh lagi.

Tapi sudah terbukti, proses ini berlangsung lebih baik jika orang merasakan ketenangan. Jika orang merasa senang atau bahagia, tubuh membentuk lebih banyak hormon Serotonin dan Endorfin. Kedua hormon ini juga ikut memperkuat kekebalan tubuh.

Profesor Wolfram Schuffel, kepala klinik untuk Psikosomatik di Universitas Marburg mengatakan, dengan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri, dampak penyakit bisa dilemahkan.

Sebuah cabang ilmu pengetahuan baru yang disebut Psikoneuroimonologi berupaya mengungkap apa yang terjadi, jika jiwa “menyembuhkan” tubuh. Bagaimana jiwa, sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh saling berkorelasi menjaga kesehatan individu.

Maka bisa dikatakan bahwa yang menyembuhkan sebuah penyakit dalam tubuh sesungguhnya bukan obat yang dikonsumsi, melainkan peran aktif dari imunitas tubuh. Demikian yang banyak disampaikan oleh pakar medis.

Lantas apa peran obat bagi penyintas? Sebenarnya lebih pada peran mengurangi gejala penyakit yang ditimbulkan, misalkan demam karena sakit flu. Maka obat berperan meringankan demam sembari antibodi bisa berperan lebih maksimal menyembuhkan diri.