Kita masih belum sadar kalau pemalas
Penemuan ini tentu menjadi harapan besar bagi kelangsungan kehidupan di dunia ini. Kedepan penelitian lebih lanjut akan terus dilakukan untuk penyelesaian masalah pencemaran akibat sampah plastik.
Namun tanpa disadari bahwa semua ini awal mulanya sebab karena kemalasan kita sendiri. Ya, kita malas untuk buang sampah pada tempatnya.
Akibat dari perilaku tersebut persis seperti yang telah dijelaskan di muka. Artinya kerusakan lingkungan tersebut bukan salah plastik, sebab ia hanyalah objek dan kitalah subjeknya. Jadi seyogyanya kitalah yang patut disalahkan. Maka perubahan perilaku itu jauh lebih penting ketimbang ulat super tersebut. Secanggih apapun penemuannya, bila pangkal permasalahan tidak diselesaian akan mustahil teratasi.
Padahal kampanye buang sampah pada tempatnya tidak kurang digalakkan dari dulu. Bahkan beberapa kota pemerintahnya sampai ekstrim membuat kebijakan dengan ancaman hukuman denda. Itu pun masih belum jera. Nampaknya perbuatan malas bin abai ini sudah akut di masyarakat kita.
Jadi, mari kita sadari bersama akan pentingnya keberlangsungan keseimbangan ekosistem kehidupan dengan membijak dari diri sendiri, buang sampah pada tempatnya. Dan jangan dibakar karena itu akan menimbulkan pencemaran udara. Pemerintah sudah banyak ide untuk mendaur ulangnya.
Dan tidak kalah pentingnya, sebisa mungkin kesadaran dan praktek semacam ini juga harus membudaya di tengah keluarga kita. Panting pula menjadi materi inti yang diajarkan di sekolah-sekolah guna memasifkan kesadaran akan pentingnya buang sampah pada tempatnya.
Ya, membuang sampah memang terkesan aktivitas kecil dan sepele. Namun ingat, dampak yang ditimbulkannya sangat besar bagi kehidupan mahluk hidup. Kebalikannya, meski kegiatan kecil namun jika dilandasi dengan pemahaman yang benar, itu artinya kita juga sudah ambil peran untuk ikut menyelamatkan kelestarian hidup ini.