Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Catatan dari Pelatihan PKDP di Padang: Dari Serius, ‘Ger-geran’ Hingga ‘Caiiir’

Redaksi
×

Catatan dari Pelatihan PKDP di Padang: Dari Serius, ‘Ger-geran’ Hingga ‘Caiiir’

Sebarkan artikel ini

Maka, sulit bagi peserta untuk berleha-leha. Terkecuali hanya sedikit waktu untuk membeli dan membawa oleh-oleh, makan malam, berfoto di sekitar masjid raya atau  pantai yang terdapat di Padang, Sumbar. Begitupun, semua sesi pelatihan dapat dilaksanakan dan diikuti oleh peserta secara disiplin dan penuh tanggungjawab.

Faktor Penyebab

Proses pelatihan yang berkualitas dan penuh disiplin, tentu tidak lahir dengan sendirinya (taken for granted), melainkan karena banyak faktor penyebabnya.  Diantaranya:  pertama, bertemunya kesamaan visi, misi dan tujuan pelatihan antara penyelenggara dengan peserta. Kedua,  kegiatan pelatihan diorganisir dan dilaksanakan oleh suatu tim/kepanitiaan yang solid, berdedikasi, dan disiplin dalam melaksanakan rown down pelatihan. Ketiga, peserta pelatihan menaati secara penuh disiplin dan tanpa reserve semua tata tertib yang diterapkan oleh panitia.

Kemudian keeempat,  materi pelatihan sangat dibutuhkan oleh peserta. Kelima, para pemateri atau team teaching  mumpuni dan menguasai pengetahuan di bidangnya. Keenam, metode pelatihan andragogis, variatif, humanis dan dialogis. Ketuijuh, faktor  dukungan ruangan pelatihan, sekalipun ada sedikit gangguan tiang besar (pilar) yang terdapat di tengah ruangan. Kedelapan,  adanya motivasi lulus/lolos sertifikasi dosen (dosen) dan beroleh Tukin (tunjangan kinerja).

Pembuatan tugas kelompok mendorong keaktivan peserta

Semua faktor tersebut berjalin berkelindan, atau terkait satu dengan lainnya. Posisi faktor pertama dengan faktor kedelapan misalnya, sama pentingnya.  Saling melengkapi dan menguatkan.  Tidak ada yang paling penting dan tidak ada yang dianggap tidak penting. Ini yang membuat seluruh agenda pelatihan (round down) dari awal hingga akhir dapat dilaksanakan. Meskipun untuk itu, beberapa kali panitia harus menegaskan hal tersebut karena ada peserta yang meminta kelonggaran waktu untuk relaksasi. Namun ditolak karena hal tersebut sudah menjadi keputusan dan kebijakan LPDP/Kementrian Agama yang tidak bisa ditawar-tawar.

Dampak dari itu semua, berbagai agenda/jadwal atau round down pelatihan yang demikian padat dan menguras energi dan konsentrasi, diamini oleh peserta dan tidak dianggap sebagai beban yang memberatkan bagi peserta. Melainkan justeru dianggap suatu ujian dan tantangan yang harus dihadapi dan dijawab secara nyata dan bertanggungjawab. Muaranya atau akhirnya (ending/goal) semua peserta dengan kesadaran tinggi bersedia dan mampu mengikuti semua tata tertib dan materi pelatihan  dengan penuh disiplin, sungguh-sungguh, nyata dan bertanggungjawab.

Serius dan Ger-geran

Meskipun semua sesi pelatihan berlangsung serius dan ketat, namun dalam pelaksanaanya dapat dilaksanakan dengan rilek. Hal ini dapat terwujud karena Adanya kerjasama semua pihak, baik pemateri, peserta dan Panitia. Penyebab lain, karena  peserta khususnya pada kelas B, sangat lengkap dan bervariasi kompetensinya. Di kelas ini banyak pemikir, peneliti, penulis, dai-daiyah, atau orator yang cenderung serius.  Tetapi juga sekaligus ada yang dapat memerankan dirinya seperti komedian dengan aksi dan celotehan/celetukan. Ini yang lalu membuat  suasana pelatihan pecah dengan gelak tawa dan akhirnya atmosfir pelatihan menjadi riuh dan ger-geran. 

Untuk kelas B yang pesertanya  berasal dari kampus Sumatera Utara, Banten dan Jakarta (negeri dan swasta), Buya Syafrizal, dosen STAI YDI Lubuk Sikaping  adalah satu diantara sekian peserta yang menonjol. Selain mampu menciptakan yel atau slogan kelas yang bernarasi: “Mengajar dengan hati”, yang disambut oleh peserta lainnya dengan ungkapan  ‘Caiiir’, Buya Syafrizal yang juga didapuk sebagai Ketua Kelas B sering mengisi rehat pelatihan melalui suaranya yang merdu sambil membacakan shalawat Nabi Muhammad SAW dan menyanyikan beberapa lagu karya H. Rohma Irama, lagu Minang  dan karya dari Buya Syafrizal. Maklum karena Syafrizal adalah seorang qariul  bin nagham (Pembaca Al-Qur’an dengan lagu).