Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Mbak Siti

Catatan Mbak Siti – Cerpen Elly Fithriyanasari

:: Redaksi Barisan.co
12 Desember 2021
dalam Cerpen
Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

MATAKU menatap televisi namun tidak dengan pikiran ku. Aku masih merasakan sakit dan lemas. Bukan hanya fisik ku, tetapi batinku. Sinetron “Muslimah” masih terpampang, anak-anak sedang belajar. Nurul putri sulungku kini telah kelas tiga SMP, dia anak yang rajin dan pendiam. Rohmat, putra ke dua ku kini kelas lima SD, dia anak yang gesit dan periang. Aah, Tuhan begitu baik memberikan ku buah hati yang penurut.

“Kamu sakit, Bu?”
Suara di samping ku sedikit mengagetkan ku.

“Ndak apa-apa kok, Pak. Cuma agak capek”
Ku lempar senyum ke suamiku.

“Ndak apa-apa kok, Pak. Insya Allah masih kuat” ku permanis senyuman ku

Suamiku orang yang paling perhatian. Sehari-hari dia melayani reparasi barang-barang elektronik di rumah. Kehidupan kami memang sangat pas-pasan. Hanya cukup untuk keperluan harian yang seadanya, bahkan sering ngebon di warung mbak Minah hanya untuk beli sembako. Karena itulah kuputuskan untuk bekerja, sebagai pembantu rumah tangga. Suamiku sangat keberatan saat aku mengajukan keinginanku untuk bekerja.

“Ndak usah sajalah, Bu”
“Kenapa ndak boleh, Pak?”
“Apa Ibu ndak malu? Jadi pembantu itu bukan cuma capek, tapi harus kuat hati”
“Ndak apa-apa, Pak. Kebutuhan kita semakin banyak. Apa-apa sekarang mahal. Apalagi untuk sekolah anak-anak kita. Kalau hanya dari penghasilan Bapak, ya mana mungkin cukup”
“Tapi, Bu…”
“Tolonglah, Pak. Izinkan Ibu untuk bekerja. Lha ibu ndak punya keterampilan apa-apa, bisanya ya cuma jadi pembantu. Yang penting halal, Pak”
“Ya, sudah. Tapi jangan dipaksakan ya”
“Jangan khawatir, Pak”

Kuberikan senyuman untuk suamiku. Dia memeluk ku haru. Sampai saat ini sudah dua tahun berjalan. Aku bekerja sebagai pembantu di sebuah kompleks perumahan mewah di dekat kampung ku. Tugasku setiap hari selayaknya pembantu pada umumnya, menyapu, mengepel, mencuci, menyetrika dan lainnya.

Namun aku tidak tinggal menginap, tetapi pulang saat pekerjaanku telah selesai. Sampai sekarang ada lima keluarga yang membutuhkan jasa ku. Rata-rata majikan ku orang yang baik. Sampai saat ini aku belum pernah bermasalah dengan mereka. Setiap hari aku mampu membatu di tiga tempat. Aku dibayar berdasarkan kedatanganku. Dan alhamdulillah kebutuhan kehidupan keluarga kami agak membaik.

Tapi ada seorang majikan laki-laki ku yang berbeda. Namanya pak Tomi, umurnya kira-kira kepala empat. Istrinya, bu Siska, beliau yang sangat baik. Dadaku terasa sesak saat mengingat kejadian sore tadi. Saat aku sedang menyeterika pakaian di dalam salah satu kamar di lantai bawah. Pak Tomi tiba-tiba masuk ke kamar tempatku menyeterika, pintunya memang terbuka. Semula dia menyapaku ramah.

“Mbak Siti rajin, ya”
“Biasa saja, Pak. Sudah kewajiban” Jawabku sopan
“Mbak Siti sekarang umur berapa?”
“Tigapuluh tiga, Pak”
“Ooh, masih muda ya. Anaknya berapa?”
“Dua, Pak”
“Kelas berapa?”
“Sulung kelas tiga SMP, yang nomer dua kelas lima SD, Pak”
“Sudah besar-besar ya”
Kuberikan senyuman saja. Sampai di sini Pak Tomi masih terkesan ramah dan perhatian.

“Nggak pingin nambah anak, mbak?”
“Ndak, Pak. Dua saja sudah repot”
“Mbak Siti kan masih muda, segar, badannya bagus, pasti suaminya seneng, ya”
Aku merasa tak nyaman mulai dari pembicaraan ini. Tak kujawab pertanyaannya, hanya kulempar senyum saja.

“Beda dengan istriku, payah, mbak. Perempuan kalau sudah habis operasi caesar itu nggak bisa asyik di tempat tidur”
Tak kutanggapi lagi pernyataannya, pernyataan yang tak sepantasnya dilontarkan padaku.

“Kalau Mbak Siti mungkin hebat saat di ranjang ya, hehehe”
Aku mulai risih dengan pembicaraan ini. Apalagi tatapan mata pak Tomi seolah menelanjangiku. Mataku mencari-cari Bu Siska, tetapi tak menemukannya. Mungkin dia masih di kamarnya.

“Hmmm…saya jadi iri sama suamimu, Mbak”
“Saya pingin juga merasakan “permainan ranjang” bareng mbak Siti”
Aku tersentak kaget. Pernyataannya sudah ngawur ngelantur. Aku sudah muak dan merasa dilecehkan.

“Maaf, Pak!”
Sergahku agar pak Tomi tak melanjutkan pembicaraan.

“Mbak Siti semakin menarik kalau melotot begitu, menggairahkan!”

Aku sudah tak sanggup lagi bertahan di dalam kamar itu. Kalau diteruskan, aku akan dilecehkan bukan hanya secara lisan tetapi lebih. Laki-laki ini benar-benar tak menghargai perempuan apalagi yang berjilbab seperti ku.

Aku memang pembantu, tetapi tetap punya harga diri. Pakaian seterikaan belum tuntas ku selesaikan. Setengah berlari aku menghambur ke luar kamar. Segera kuambil sapu untuk menyapu ruang tamu, syukurlah kutemukan bu Siska di ruang keluarga. Badanku menggigil, bibir ku bergetar. Belum pernah seumur hidupku aku dilecehkan macam ini. Pak Tomi tak berani mendekati ku lantaran aku selalu berada di dekat bu Siska. Kemudian dia masuk ke kamarnya di lantai atas. Segera kutuntaskan pekerjaanku dan pamit pulang kepada bu Siska.

“Maaf bu, lantai atas tidak saya bersihkan, saya agak sakit”
Aku tak berbohong, badanku memang terasa lemas. Terlebih perasaanku.

“Ooh, iya gak papa, mbak Siti. Ini sekalian gaji yang kemarin”
Sambil memberikan amplop berisi gajiku bulan lalu.

“Terimakasih, Bu. Saya pamit”
“Iya, Mbak. Hati-hati ya”

Segera kukayuh sepedaku untuk pulang. Badanku terasa lunglai, bibirku pun masih bergetar. Air mataku mengucur sepanjang jalan. Pernyataan pak Tomi masih terngiang menyakitkan. Dan hari ini kuputuskan terakhir kalinya aku bekerja di rumah itu.

“Mau tak pijitin, Bu?”

Suara suamiku membuyarkan lamunanku. Aah, suamiku yang sederhana dan perhatian. Sengaja kusimpan kisah hari ini sendiri. Aku tak mau melukai hatinya. Saat dia mengetahui hal yang menimpaku hari ini, pasti tak diizinkannya aku bekerja di rumah pak Tomi bahkan di rumah yang lain. Padahal penghasilanku sangat membantu kelangsungan kehidupan keluargaku.

Aku bangun dalam sepertiga malamku, kuambil air wudlu. Ku tumpahkan seluruh kesahku hanya kepadaNya. Kupinta perlindungan dari segala fitnah dan perbuatan keji.

Editor: Lukni
Bagikan1Tweet1Send
Sebelumnya

Puisi Hitam – Puisi Eko Tunas

Selanjutnya

10 Tips Meningkatkan Komitmen Karyawan

POS LAINNYA

hantu tanpa kepala
Cerpen

Teror Hantu Tanpa Kepala

15 Mei 2022
nakula
Cerpen

Nakula Menjadi Entitas Peradaban – Cerpen Vito Prasetyo

17 April 2022
Pledoi Cinta
Cerpen

Pledoi Cinta Andre

3 April 2022
Jodoh Aqila cerpen evita erasari
Cerpen

Jodoh Aqila – Cerpen Evita Erasari

27 Maret 2022
Lelaki yang Membuatku Takluk
Cerpen

Lelaki yang Membuatku Takluk

13 Maret 2022
tarian malaikat
Cerpen

Tarian Malaikat

6 Maret 2022
Lainnya
Selanjutnya
10 Tips Meningkatkan Komitmen Karyawan

10 Tips Meningkatkan Komitmen Karyawan

  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Risalah
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Sastra
  • Khazanah
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang