Scroll untuk baca artikel
Risalah

Cerita Tutur, dari Kekuasaan dan dari Rakyat

Redaksi
×

Cerita Tutur, dari Kekuasaan dan dari Rakyat

Sebarkan artikel ini

Termasuk apresiasi terhadap karya tulis. Kala sastra terstrata oleh estetika, maka lebih njlimet lagi tafsir yang kerap berhenti pada keindahan bahasanya. Sebagaimana kata kunci dari pengantar ini, bahwa sastra pun distrata-skala sastra dalam dasar elitisme estetika, maka bahkan cerita rakyat dipinggirkan sebagai cerita tutur atau folklore. Ia, cerita tutur, tersisih dari adagium sastra modern yang sering terjatuh sebagai industri sastra, tanpa mengingat substansi dari kreativitas atau institusi dan nilai budaya.

Bahwa kreativitas dunia manusia modern, menurut Ignas Kleden ialah, integralisasi dari kreativitas konseptual dan kreativitas sosial. Kreativitas konseptual berpuncak pada ilmu+seni+filsafat, kreativitas sosial berpuncak pada politik. Namun kerap, kreativitas disalah-artikan sebagai eksentriksitas, waton indah yang dihebat-dahsyatkan, dalam bahasa atau bentuk seni pop moi indie.

Pun sastra jadi kehilangan kekuatannya sebagai institusi dan nilai, yang semestinya sejajar dengan sektor kehidupan lain — politik, sosial, ekonomi, hukum, dst. Tapi terlepas dari adagium itu, kita menyambut baik dengan rasa trenyuh, lahirnya buku Cerita Tutur Muria ini. Selamat!

Mari kita tutup pengantar ini dengan mengulang kisah tentang Bagus Rinangku. Bagaimana seorang sunan membunuh Bagus Rinangku, karena Bagus mau menyunting Puteri Sunan, Dewi Nawang sih. Celakanya keris Sunan yang menancap di dada tembus ke punggung menusuk pula dada sang Dewi yang memeluk kekasih hatinya.