BARISAN.CO – Direktur Institute for Global and Strategies Studies, Zulfikar Rachmat mengatakan peran China di dunia internasional pada dekade terakhir memang meningkat pesat. Khususnya di sektor ekonomi, karena China memang lebih fokus ke sektor ekonomi ketimbang politik.
“Negara China memang berhasil menjalin kerjasama ekonomi terutama menanam investasi di negara-negara Afrika dan Asia tak terkecuali Indonesia,” sambungnya dalam diskusi publik Hubungan Indonesia – Tiongkok : Potensi dan Tantangan Dalam Tata Kelola Dunia Baru Dalam Masa dan Paska Pandemi yang diselenggarakan Kerjasama Paramadina Graduate School of Diplomacy, Universitas Paramadina dan Institute for Global and Strategic Studies UII Yogyakarta, Kamis (29/7/2021)
Menurut Zulfikat, peranan China dalam perekonomian Indonesia belakangan kian terasa sebagai investor terbesar sebesar 1,4 miliar dolar USD pada 2019, dan terbesar kedua pada kuartal pertama 2020 sebesar 1,3 miliar dolar USD.
“China juga telah menjelma menjadi partner dagang terbesar Indonesia. Namun neraca perdagangan RI dan China cenderung lebih menguntungkan China dengan total total ekspor Indonesia ke China sebesar 37,4 miliar USD, dan impor total sebesar 41 miliar dolar USD,” imbuhnya.
Zulfikar menyayangkan, agaknya yang menjadi masalah, Indonesia terkesan bergantung dengan China dalam hal ekonomi hingga akan diberlakukannya mata uang Yuan dalam transaksi ekonomi dalam negeri yang telah disetujui Bank Indonesia.
“Keadaan itu akan meningkatkan beberapa risiko diantaranya China termasuk kerap mendevaluasi mata uang Yuan, sehingga akan menjadikan produk-produk China yang masuk ke Indonesia menjadi sangat murah, hal itu jelas akan semakin memojokkan produk-produk local,” terangnya.
Teknologi China
Sementara itu, Direktur PGSD Shiskha Prabawaningtyas menyampaikan hubungan China dan Indonesia jika ditinjau dari sudut social space yang berupa social legacy, telah terbangun selama berabad-abad jauh sebelum adanya negara Indonesia dan China sampai sebelum dibukanya hubungan diplomatik resmi yang pertama kali pada 1950.
“Social legacy menjadi kajian menarik terlebih jika ditarik pada jaman kejayaan Majapahit ketika Kubilai Khan disebutkan terpaksa mengirim ratusan ribu serdadunya menyerbu Majapahit yang ketika itu amat menguasai lima zona perdagangan dunia dengan armada laut Majapahit yang amat kuat,” lanjutnya.
Alumni PGSD Bimantoro Kushari, dalam dokumentasi digital selama 10 tahun terakhir, terlihat bagaimana China berhasil mendeliver issue dalam suatu operasi The China’s Psychological Operation.
“Aksi konten digital informasi dilakukan dalam implementasi di dunia nyata dengan menggunakan aktor-aktor yang tercatat dalam The Network of China’s Cluster Actors berkategori aktor advocate, actor follower dan peran intelijen digital dalam membangun image China,” imbuhnya.
Bimantoro mengatakan aktor penting China dalam penetrasi dan pengaruhi dunia digital dunia dalam berkomunikasi khususnya dalam isu politik terkonsentrasi pada dua aktor penting, yakni Huawei dan Xinhua News.
“Distribusi informasi difokuskan hanya pada dua aktor aktif tersebut. Bagaimana Indonesia bisa berperan di antara kedua akor tersebut atau ekstraksi yang dilakukan dalam isu 5G atau isu ekonomi? di antaranya adalah menjadi penghubung antar actor,” jelasnya.
Adapun faktor penting kekuatan China menurut Bimantao yakni kekuatan digital, China dimainkan oleh aktor tingkat tinggi : Huawei, Huawei Europe, JD coporate, ZTE press. Dengan implementasi perilaku intelijen digital untuk bisa menggolkan kepentingan ekonomi China. “Teknologi teknologi China equipment 5-G amat berperan besar. Juga dibantu oleh aktor media massa seperti China Real Time, China Global Timenews dan lain-lain,” pungkasnya.