Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Covid-19: Menjadi Sosialis

Redaksi
×

Covid-19: Menjadi Sosialis

Sebarkan artikel ini

Nah, kini di negeri kita, juga di banyak negara lain, sedang dibikin pusing oleh virus korona atau COVID-19. Perubahan demi perubahan pun terpaksa terjadi hampir di semua lini kehidupan. Kehidupan politik, ekonomi, realitas sosial, hingga fikih ritual agama, berjalan searah dengan kemauan virus itu. Ada penjarakan fisik, pengalihan ruang belajar sekolah, pembatasan jumlah jamaah salat di masjid, yang intinya diskoneksi fisik.

Sebagai konsekuensi, berkat COVID-19 ini, tidak ada lagi rapat-rapat berskala besar, tidak ada pesta, sekolah “libur”. Industri hiburan tutup, kafe tutup, kawasan wisata tutup. Instansi-instansi pemerintah dan swasta mengurangi jam kerja. Sehingga, yang kerja kantoran, bisa menikmati #kerjadarirumah, karena kebijakan #dirumahsaja.  

Namun, bagaimana dengan mereka yang kerja pabrikan? Yang kerja di instansi Kesehatan? Yang kerja dengan mengandalkan tenaga fisik, seperti, jasa kurir, tukang ojek, dan sebagainya. Atau yang hanya mengandalkan bisnis kecil di pinggir trotoar?

Dan, pelbagai produksi rumahan lainnya. Nah, dari situlah, saya turut mengandaikan wacana liberal, dan segala yang berbasis kapitalisme, mau tidak mau, harus bermutasi ke sosialis.

Saya membayangkan, seturut dengan ide Islam, “kebajikan (yang sempurna): menafkahkan sebagian harta yang dicintai,” dengan sendirinya berjalan secara alami. Sebagaimana ungkap Martin Suryajaya, berkat pandemi ini, negara akan menasionalisasi sektor industri manufaktur, pertanian, perkebunan, transportasi, kesehatan, dan hiburan.

Negara akan sepenuh daya mewujudkan prinsip sosialisme, UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Maka, akhirnya, lagi-lagi berkat COVID-19, bersama negara, umat Islam mewujudkan sosialisme Indonesia. Berbondong-bondong kita menjadi sosialis.  [Luk]