Scroll untuk baca artikel
Blog

Dari Cak Nur Tentang Adab Beda Pendapat

Redaksi
×

Dari Cak Nur Tentang Adab Beda Pendapat

Sebarkan artikel ini

Selain itu, ketika ada pertanyaan dari peserta yang emosional beliau menanggapinya dengan tenang, tidak tersulut emosi. Beliau tetap sopan menanggapi orang yang kontra kepadanya dan mencoba mengerti letak permasalahan utama dari sebuah pernyataan. Oleh karena itu jawaban yang beliau berikan tak urung selalu tepat dan memuaskan.

Dengan begitu, beliau sedang membangun pola berpikir yang sehat. Sikapnya ini sesuai dengan konsep perdebatan dalam salah satu ayat al-Quran yang kurang lebih artinya, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…(16:125).


“SIHIR Nurcholish”. Sebuah istilah yang dikeluarkan para pengkritiknya untuk menyebut sikap Cak Nur yang simpatik. Bahkan, mereka menyebut bahwa “sihir Nurcholish” lebih memukau ketimbang sihir Harun Nasution.

Hingga saat ini, saya belum bisa mencerna apa kiranya maksud mereka tersebut mengistilahkan demikian, yang pasti berbau negatif. Daripada berspekulasi yang bisa menghasilkan suudzan (persangkaan yang buruk) lebih baik saya tidak terlalu mempermasalahkanya.

Bahwa beberapa orang kecewa kepada Cak Nur karena tidak menanggapi kritik seperti penyebutan “sihir Nurcholish”, tentu bisa dipahami. Tak jarang Cak Nur dicap sebagai pengecut. Tapi, bagi saya justru ia intelektual muslim sejati. Ia tak menjawab pelbagai kritik yang dialamatkan kepadanya karena rata-rata kritikan itu bernada negatif.

Bukan kritik membangun, namun merusak. Dengan kata lain bukan mengkritik (to critisize), tapi menghina (to insult). Cobalah tengok tulisan yang mengupas ide Cak Nur dalam buku Hartono Ahmad Jaiz, Sabili, Hidayatullah, dan media yang senada lainnya.

Tidak ada itikad baik para pengkritik itu hendak berdiskusi dengan sehat. Bagaimana bisa muncul tukar pikiran yang sehat jika belum apa-apa sudah dicap sesat atau kafir? Dalam diskusi seperti ini setiap orang ingin mengungguli pendapat lawannya.

Padahal untuk ini al-Ghazali dalam Ihya Ulum al-Din menyatakan: diskusi yang bertujuan untuk saling menjatuhkan, menunjukkan kelebihan pribadi, dan meraih kemuliaan adalah sumber segala etika yang buruk.

Karena, lanjut al-Ghazali, diskusi semacam itu akan melahirkan riya, sombong, dan hasud. Oleh karena itu, tindakan Cak Nur untuk tidak melayani kritik berbau negatif sudah tepat. Pepatah Arab tepat untuk ini: Tarku al-Jawab a’la al-Jâhili Jawabuhu (tidak menjawab pertanyaan orang “bebal” adalah jawabannya).

Ada baiknya kita renungkan sajak Syauqi Bek: kelestarian bangsa bergantung atas etika yang baik/ jika tidak kehancuranlah baginya. Betapa banyak suku Arab era Jahiliyah yang lenyap disebabkan pertikaian di antara mereka. Itu semua bermula dari moral mereka yang buruk seperti mabuk-mabukan, berjudi, dan mudah emosi.