Scroll untuk baca artikel
Blog

Dari Cak Nur Tentang Adab Beda Pendapat

Redaksi
×

Dari Cak Nur Tentang Adab Beda Pendapat

Sebarkan artikel ini

Namun, contoh yang jelas bisa dilihat dalam bentuk tulisan. Misalnya dalam Fikih Lintas Agama halaman 5 tertulis “…karena Syafi’ilah pemikiran-pemikiran fiqih tidak berkembang selama kurang lebih dua belas abad.”

Saya sendiri tidak yakin betul ini pendapat Cak Nur. (Semoga sikap saya ini bukan pengkultusan yang Cak Nur kecam. Tapi, setidaknya saya masih meyakini Cak Nur sebagai pemikir Islam, bukan nabi.)

Karena beliau tidak akan “kasar” menyudutkan Imam Syafi’i. Bahkan dalam penyebutan Imam Syafi’i, Cak Nur tidak lupa menaruh gelar Imam di depannya (silahkan lihat Ensiklopedi Nurcholish Madjid entri S).

Selain itu, Cak Nur tidak akan menyalahkan Imam Syafi’i, tapi lebih mengoreksi diri kenapa pemikiran Imam Syafi’i menjadi demikian. Apakah karena kemalasan umat untuk berpikir atau karena kecerdasan sang Imam yang tidak bisa kita tandingi.

Jika umat malas berpikir, tak mengapa. Kan tugas kita sebagai terdidik untuk melakukan proses ijtihad sebagaimana Cak Nur ungkapkan dalam Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam.

Marilah kita mulai memikirkan formulasi hukum Islam yang lebih baik dari yang telah dirancang Imam Syafi’i ketimbang memojokkannya.

Tapi, jika karena kecerdasan kita tak mampu mengungguli Imam Syafi’i lebih baik diam, tidak berkata apa-apa. Itu lebih terhormat. Karena, saya teringat percakapan antara Jean Marais dan Minke dalam Bumi Manusia: “…seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.”

Esai ini ditulis untuk memperingati satu tahun wafat Cak Nur dan dimuat di All You Need is Love: Cak Nur di Mata Anak Muda (Paramadina, 2008). [dmr]