Dampak nyata sudah dialami oleh beberapa spesies paus yang sering terdampar mati di pantai-pantai Indonesia. Ketika dibedah, tak sedikit isi perut paus tersebut berisi sampah palstik. Salah satu untuk disebutkan adalah ikan paus sperma yang mati di Kabupaten Wakatobi 2019 lalu. Total, ditemukan 5,9 kilogram sampah plastik di dalam perutnya.
“Hewan mati akibat plastik itu hanya persoalan sampah permukaan. Padahal, permasalahan sampah tidak akan bisa diselesaikan jika tidak melihat persoalan di bawah permukaan, seperti pola perilaku dan tata kelola,” kata Reza Cordova.
Tata Kelola Budaya Nyampah
Secara teori, tiap orang menghasilkan sampah. Warga di kota kecil memproduksi sampah sekitar 0,4 kg, kota sedang 0,6 kg, dan kota besar 1 kg per hari. Tidak sedikit sampah itu berakhir di laut. Pada tahun 2015, Indonesia adalah negara nomor dua terbesar di dunia yang membuang sampah ke laut setelah China.
Presiden Jokowi lewat Perpres 83 tahun 2018 menekankan keharusan Indonesia mengurangi 70% sampah plastik di laut pada tahun 2025. Sejauh dua tahun perpres tersebut berjalan, sampah plastik yang masuk ke lautan telah mengalami penurunan sebanyak 15,3% dari tahun 2018 sampai dengan 2020.
Hasil perhitungan sementara dari Tim Koordinasi Sekretariat Nasional Penanganan Sampah Laut, pada tahun 2020, total sampah yang masuk ke laut diperkirakan mencapai 521.540 ton.
Tata kelola yang buruk ditengarai menjadi faktor terbesar persoalan sampah. Dalam praktiknya, pengelolaan sampah juga masih amat bergantung dengan birokrasi yang dijalankan kepala daerah. Dan setiap kepala daerah punya kebijakan soal sampah yang tidak seragam.
Sebagai contoh, di Kabupaten Klungkung Bali dengan APBD Rp1,1 triliun per tahun, dengan jumlah penduduk 215 ribu jiwa, mengalokasikan anggaran sekitar Rp12 miliar (1% dari APBD) untuk pengelolaan sampah. Sementara Kabupaten Lamongan dengan APBD Rp2,5 triliun per tahun, dengan jumlah penduduk 1,2 juta jiwa, mengalokasikan anggaran sekitar Rp2 miliar (0,008% dari APBD).
Perlu ada kesadaran bagi pemimpin daerah bahwa persoalan sampah merupakan subjek yang penting. Lewat standardisasi anggaran, ia menilai pengelolaan sampah akan dapat lebih elaboratif di setiap daerah.
Selain itu, perlu ada perbaikan budaya nyampah di kalangan masyarakat. Masih ditemukan praktik salah kaprah, di antaranya dengan masih adanya kebiasaan membuang dan membakar sampah sembarangan, enggan membayar iuran, hingga tidak memilah sampah, yang justru memperparah peta pengelolaan sampah. []