Dua tahun lalu, perempuan pekerja keras itu kehilangan pekerjaan, namun berkat kemampuannya, ia pun beralih profesi.
BARISAN.CO – Siang itu, perempuan itu melangkah dengan penuh semangat. Perempuan itu bernama Hermayeni yang akrab disapa, Yeni.
Lulusan sekolah menengah ini pernah bekerja sebagai akuntan selama empat tahun. Setelahnya, ia justru mendapatkan pekerjaan di luar bidang yang dipelajari saat sekolah yaitu sebagai pengajar di salah satu sekolah khusus anak autis.
Namun, pada Februari 2020, atasan kantor tempatnya bekerja menyampaikan bahwa sekolahnya itu akan segera tutup. Itu lebih disebabkan karena biaya sewanya yang cukup mahal.
Yeni pun terguncang membayangkan akan kehilangan satu-satu mata pencahariannya. Terlebih, tak lama setelah itu, virus Covid-19 mulai masuk ke tanah air.
Yeni bukan hanya sosok perempuan pekerja keras, namun juga pembelajar. Saat bekerja, Yeni sempat mendapatkan kesempatan belajar tentang pengobatan dan refleksi dari sinse. Ia juga belajar tentang aliran darah dan tanaman herbal.
Dengan tangan kecilnya dan alat bantu berupa cotton bud, kini, Yeni bisa beralih profesi menjadi ahli refleksi. Meski, awalnya ia enggan menggunakan keahliannya tersebut karena stigma negatif, Yeni terpaksa harus melakukannya. Akan tetapi, karena dorongan untuk menafkahi keluarganya, dia pun dengan senang hati melakukannya.
“Ini demi memenuhi perut saya dan anak-anak saya,” kata Yenni.
Perempuan asli Padang ini sebetulnya tidak memiliki anak. Keempat anaknya tersebut adalah anak kakak kandungnya yang ia angkat. Dia bahkan belum menikah, meski begitu, Yeni menyayangi anak-anaknya dengan sepenuh hati.
Yeni bahkan menuturkan, keputusannya belum menikah karena ia khawatir jika anak-anaknya itu akan terlantar sehingga ia memilih fokus untuk membesarkan anak-anaknya.
Dengan suara sesegukan, dia menceritakan bahwa pada tahun 2011, saat bapaknya tergeletak koma, dia berbisik ke telinga bapaknya.
“Bapak pergi, pergi saja. Biar anak-anak, Neni (nama panggilannya saat kecil) yang urus dan besarkan.”
Kala itu, memang Yeni merasa kuat. Akan tetapi, sebagai manusia biasa, terlebih begitu dekat dengan bapaknya, Yeni tak bisa memungkiri bahwa dia merasa begitu kehilangan dan hanya makan dari uang tabungan.
Setelah dua tahun bergelut dengan rasa kehilangan, Yeni pun bangkit, terlebih ia harus memenuhi janjinya kepada bapaknya, yakni membesarkan keempat anak angkatnya dan menyekolahkan mereka.
Yeni adalah sosok perempuan pekerja keras. Dari rumah ke rumah, Yenni memberikan refleksi bagi pengguna jasanya. Bahkan, hingga ke kota Bogor. Tak peduli, pagi, siang, atau malam, dia akan berusaha memberikan performa terbaik bagi pasiennya.
Bagi yang pertama kali mencoba refleksi terutama bagi mereka yang memiliki masalah kesehatan akan kesakitan. Tak jarang, ada yang menjerit dan reflek terbangun karena menahan sakit.
Khususnya, bagi kaum perempuan, setelah refleksi umumnya masih akan mengalami kesakitan. Menurut Yenni, kondisi tersebut disebut dengan istilah “jarem”.
Walaupun berbakat, Yeni bukan tipe orang yang pelit ilmu. Ia menjelaskan satu per satu kondisi kesehatan dengan rinci mulai dari kekurangan hingga kelebihan organ dalam tubuh pasiennya.
“Jadi kalau di sini sakit, artinya kurang minum. Kalau yang bagian ini, kurang istirahat,” ujarnya saat sedang merefleksi pasiennya.
Perempuan yang tinggal di wilayah Jakarta Barat ini biasanya menerima panggilan dua hari sebelumnya. Sebab, untuk menghindari jadwal bentrok dengan pasien lainnya.
“Saya pernah memberi terapi bagi pasien kanker. Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah, pasien saya itu sembuh dan tidak perlu cuci darah lagi,” tutur Yenni.
Sudah dua tahun terakhir, ia menjalani profesinya ini. Berkat kepiawaiannya, beberapa pasiennya bahkan berasal dari kalangan akademisi hingga politisi.