Scroll untuk baca artikel
Blog

Diam Atas Ketidakadilan, Sama Dengan Mendukung Penindasan

Redaksi
×

Diam Atas Ketidakadilan, Sama Dengan Mendukung Penindasan

Sebarkan artikel ini

BEBERAPA waktu yang lalu, Akbar Faizal dalam podcast-nya menyampaikan, data dinasti politik dalam Pemilihan Legislatif mengalami peningkatan. Dari 28 kasus di tahun 2009, kemudian tahun 2014 menjadi 51 kasus, hingga 99 kasus pada 2019. Begitu juga dalam Pemilihan Kepala Desa 2020, terdapat124 kasus dinasti politik.

Saat itu, politisi PDIP, Adian Napitulu ditanyai pendapatnya soal dinasti politik tersebut. Adian berpendapat, dalam konteks pemilihan langsung, rakyatlah yang seharusnya dididik dan disadarkan sedemikian rupa melalui informasi dan sebagainya agar tidak terbentuk dinasti itu.

Menurutnya, siapa pun calonkan diri saja, tapi sebagai civil society, sebagai bagian dari pro demokrasi menyadarkan rakyat. Pernyataannya tersebut kemudian menimbulkan, pertanyaan besar.

Sebagai kader partai politik, pasti Adian memahami dalam sistem demokrasi, partai politik harus menyediakan pendidikan politik bagi warga negara karena untuk memerintah suatu negara diperlukan kolaborasi dari setiap warga bukan hanya kelompok atau kelas masyarakat tertentu.

Sementara, seperti diketahui, anak dan menantu Presiden Joko Widodo, pada tahun lalu saja, diusung oleh PDIP, terpilih menjadi walikota. Kaesang Pangarep menjadi Wali Kota Solo, sementara Bobby Nasution jadi Wali Kota Medan.

Selain itu, partai politik harus memberikan pengetahuan politik dalam sistem demokrasi secara akurat dan benar, misalnya, mendorong kesadaran politik dan partisipasi politik dengan mendorong warga negara untuk memilih partai politik yang mempromosikan kebijakan pilihannya.

Melayani kepentingan publik bukanlah melayani partai mayoritas atau pihak lain. Partai hadir sebagai sarana untuk mencari kebijakan terbaik bagi publik yang mereka layani. Tapi pada akhirnya publik dan seluruh pemilihlah yang penting. Politisi individu harus memilih kebijakan yang paling menguntungkan rakyat, bukan dirinya sendiri, partainya, atau partai lain.

Namun apa yang dikatakan oleh Adian tidak 100% salah. Thomas Sowell, komentator politik berkebangsaan Amerika Serikat mengatakan, fakta bahwa begitu banyak politisi sukses adalah pembohong yang tidak tahu malu bukan hanya cerminan mereka, tapi juga cerminan kita.

“Ketika orang menginginkan hal yang mustahil, hanya pendusta yang bisa memuaskan,” katanya.

Yang mengkhawatirkan atas terjadinya dinasti politik adalah munculnya kakitocracy. Artinya, berkembang biaknya sistem politik yang lemah dan tidak terorganisir yang menolak yang berbakat dan menarik yang tidak kompeten dan paling rendah. Jelas, terkadang antara kleptokrasi dan kakitokrasi bersatu menghasilkan pemerintahan yang kriminal dan tidak kompeten.

Sementara, setiap aspek kehidupan seseorang didasarkan pada politik dan bodoh jika berpikir bahwa wacana politik yang lebih besar tidak banyak berperan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Namun demikian, menjadi apolitis datang dengan biaya yang besar bagi negara bangsa, serta dunia.

Memilih untuk diam dalam politik adalah pilihan individu, namun berbicara banyak tentang orang tersebut dan politiknya karena tidak menentang ketidakadilan yang dihadapi oleh sesama warga negara hanyalah keterlibatan dan dukungan dari sistem yang terlibat dalam penindasan.

Lalu, apakah Adian adalah bagian dari yang diam akan ketidakadilan ataukah dia hanya terkungkung dalam partai yang menjadi bagian dari dinasti politik? Entahlah.

Blog

Partai politik hari ini sesuai dengan definisi Friedrich yaitu sekelompok manusia yang terorganisasi yang stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan pemerintahan.