Scroll untuk baca artikel
Blog

Dinamika Dakwah di Era Metaverse

Redaksi
×

Dinamika Dakwah di Era Metaverse

Sebarkan artikel ini

Tetapi sebagai media (wasilah), atau  metode (thariqah) dakwah  bisa saja digunakan—seperti halnya penggunakan aplikasi media sosial oleh dai dan daiyah digital. Oleh karena hal ini tidak mudah, maka harus dilakukan kolaborasi antara dai atau daiyah dengan mereka yang menguasai teknologi digital atau pembuat programnya. Seperti di media sosial, peran dai dan daiyah tampaknya lebih banyak berkutat pada penyiapan konten atau materi dakwah.

Ibarat pisau, era metaverse  memiliki dua sisi, yakni: maslahat (kebaikan)  dan mudlarat (keburukan). Pisau akan positif manakala digunakan untuk memotong ayam, dan akan negatif manakala digunakan untuk melukai orang yang tidak bersalah. Oleh karena itu,  kesiapan dari sisi pengetahuan dan kompetensi untuk bisa memanfaatan potensi metaverse  untuk kepentingan sangat diperlukan, baik bagi juru dai maupun objek dakwah (mad’u).

Kajian atau riset oleh Universitas Islam khususnya Fakultas Dakwah dan Organisasi-organisadi Dakwah Islam. Bahkan eksperimen mengenai penggunaan avatar dan kaca mata oculus untuk kepentingan dakwah, sangat  diperlukan. Dengan secara kritis mampu mempertimbangkan dampak atau efeknya (atsar) terhadap tujuan esensial dakwah. Yakni: terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan umat di dunia dan di akhirat.

Sementara untuk memastikan status hukumnya, MUI perlu mengkaji secara komprehensif dari sisi hukum Islam atau fiqih dan mengeluarkan fatwa hukum sebagai payung hukum umat mengenai era metaverse. Hasil kajian dan fatwa MUI tersebut sangat penting dan ditunggu segera supaya menjadi pedoman (guidance) umat,  khususnya para dai dan daiyah. Sedangkan bagi umat Islam (mad’u), seyogianya tetap menjadikan ulama yang otentik dan otoritatif dengan keilmuwan agama sebagai rujukan utamanya, termasuk ketika bersentuhan dan berselancar dengan era metaverse. [rif]