“Ustad Kandar bahkan telah mengambil sebagian uang infak masjid untuk merealisasikan ide gilanya tersebut. Bukan hanya orang-orang itu saja yang ia sedekahi tetapi Ia bahkan telah keliling di kampung-kampung sebelah untuk menjatah makan orang-orang yang menurut saya tidak jelas agamanya itu!” sambung sukur lagi.
“Betul begitu tho saudara-saudara?” tukas Sukur lagi sambil memandangi kawan-kawannya satu-per satu seolah-olah hendak mencari dukungan. Mereka yang hadir kompak menjawab dengan anggukan kepala.
“Menurutku ini sudah keterlaluan. Harus diadakan sidang untuk meminta pertanggungjawaban. Tetapi kita harus melayangkan surat peringatan terlebih dahulu,” saran Faisal sambil mengangkat cangkir minum kopinya yang lalu disusul juga oleh tamu-tamunya.
“Surat peringatan itu sudah disampaikan sebanyak 3 kali oleh dewan pengawas takmir Pak!” jawab Usman yang sedari tadi hanya diam membisu mendengarkan arah pembicaraan kawan-kawannya.
“Jawaban ustad Kandar bagaimana?” tanya balik Faisal dengan mata terbelalak kaget. Ia benar-benar tidak menyangka kalau ternyata dewan pengawas takmir masjid sudah melayangkan teguran hingga 3 kali berturut-turut. Itu artinya masalah ini sudah sedemikian gawatnya.
“Jawabnya, aku tak peduli. Menurutku caraku ini lebih baik ketimbang memberi makanan untuk berbuka bersama di masjid itu!” jawab Usman. Nada bicaranya terdengar bergetar menahan kegeraman.
“Ya sudah! Tak ada cara lain kecuali memecatnya!” ucap Faisal mengakhiri pertemuan sore itu. Mendengar kalimat terakhir ini, jamaah yang sore itu mengadu terlihat lega raut mukanya. Dan sedetik kemudian dari pengeras suara masjid yang volumenya over dosisi itu telah terdengar suara adzan Maghrib. Bergegas tamu-tamu Faisal segera berpamitan dan berhambur ke masjid untuk berjamaah.
Dan sebagaimana yang sudah direncanakan, malam itu sidang atas kekisruhan yang dijalari oleh perilaku ustad Kandarpun digelar. Sidang jamaah yang dipimpin langsung oleh ketua penasehat Takmir masjid Assalam sepakat memecat ustad Kandar sebagai imam sekaligus ketua takmir masjid.
Tidak hanya itu saja ustad Kandar dilarang menjadi imam sholat, muadzin dan sekaligus mengisi pengajian. Bahkan tidak hanya itu saja, ustad Kandar harus segera mengosongkan rumah dinas ketua takmir.
Bisaroh bulanannya juga dihentikan. Dan sebagaimana yang sudah diduga sebelumnya, ustad Kandar menerima begitu saja segala sanksi yang diberikan padanya. Semula istri ustad Kandar merasa keputusan memecat suaminya adalah ketidakadilan dan kedzaliman, tetapi setelah mendengar penjelasan dari suaminya sendiri, perempuan yang dikarunia 5 orang anak itupun akhirnya berbalik mendukung suaminya yang telah dianggap keblinger oleh jamaah dan warga kampung.