Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Kolom Analisis Awalil Rizky

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Tiga)

:: Awalil Rizky
14 Juni 2022
dalam Analisis Awalil Rizky
Dongeng Utang Indonesia (Bagian Tiga)
Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

BEBERAPA tahun setelah Indonesia mulai banyak berutang tadi, kondisi keuangan dunia ditandai fenomena kelebihan likuiditas. Berbagai lembaga keuangan internasional memiliki banyak dana terutama karena fenomena petro dollar. Fenomena akibat kenaikan harga minyak sejak awal 70-an, yang sangat signifikan.

Selain disimpan pada berbagai bank dan lembaga keuangan komersial, dana dari negara-negara produsen minyak tersebut juga berpengaruh pada lembaga seperti International Monetary Fund (IMF). IMF bisa memainkan peran sebagai perantara keuangan yang memperoleh keuntungan. Dalam bahasa awam, IMF bisa kulakan dana murah kemudian disalurkan ke banyak negara.

Rezeki minyak itu sebenarnya secara langsung juga diperoleh oleh Indonesia, terhitung sejak tahun 1974. Produksi minyak Indonesia masih jauh melebihi kebutuhan konsumsinya, sehingga bisa net ekspor. Dengan harga yang melambung tinggi itu, cadangan devisa menjadi sangat besar.

Lantas, apakah dengan rezeki yang berlimpah dan cadangan devisa yang banyak itu, Indonesia berhenti mencari utangan baru? Ternyata, tidak demikian. Utang luar negeri makin meningkat.

BACAJUGA

4 Kesalahan Umum yang Harus Dihindari Selama Resesi

4 Kesalahan Umum yang Harus Dihindari Selama Resesi

27 Juli 2022
Utang pemerintah

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Tujuh)

14 Juli 2022

Narasi kebutuhan utang yang kemudian bergeser. Bukan lagi karena Indonesia miskin, kekurangan devisa untuk impor kebutuhan penting rakyat. Juga bukan semata untuk memperbaiki kapasitas produksi perekonomian nasional. Melainkan, soal momentum berkembang menjadi negara maju, karena telah memiliki modal sendiri.

Dikembangkan analisis bahwa meski telah memiliki modal, namun masih belum mencukupi untuk menjadi kaya. Masih memerlukan tambahan modal asing dan utang luar negeri.

Pihak pemberi utang pun makin bergairah. Indonesia dianggap akan mampu bayar utang, antara lain karena memiliki sumber penerimaan minyak. Syarat dan bunga pun mulai menyesuaikan. Lebih menguntungkan bagi kreditur, dan mulai memberatkan Indonesia.

Pihak Indonesia (pemerintahan Soeharto) sebagai orang kaya baru (OKB) tampak tidak keberatan. OKB ini mulai memperbaiki narasi mimpinya. Bahkan melalui dokumen resmi kenegaraan, seperti GBHN dan Repelita. Soeharto mencanangkan keinginan menjadi kaya betulan dan berkelanjutan. Indonesia diyakini akan lepas landas, menuju negara maju dan seluruh rakyatnya keberlimpahan konsumsi.

Tidak hanya pemerintah, kelompok pengusaha Indonesia yang mulai tumbuh kembang pun memiliki mimpi serupa. Mereka ingin menjadi kaya raya dan usahanya nanti masuk ke pasaran global sebagai pemain penting. Narasinya kembali pada kebutuhan modal tambahan, karena keuntungan selama ini masih belum mencukup mewujudkan mimpi sebesar itu.

Pelaku usaha swasta besar pun mencari sumber utang luar negeri. Para kreditur ternyata antusias. Selain karena memang ada banyak likuiditas internasional, swasta Indonesia dianggap akan mampu membayar. Ada sedikit cerita dibaliknya, yaitu para pelaku swasta besar adalah “kawan atau kawan dari kawan” para penguasa politik.

Dengan demikian, Indonesia menerima rezeki nomplok yang besar pada era 1974-1982. Satu dekade kemudian, rezeki berkurang banyak, namun masih diperoleh. Meski demikian, Indonesia masih terus berutang. Alasannya bukan lagi karena kelaparan, melainkan keinginan untuk menjadi kaya. Tidak hanya pemerintah, melainkan pihak swasta juga berutang kepada asing.

Beban Utang Ternyata Sangat Berat

Musim semi pada akhirnya berlalu. Rezeki nomplok minyak hanya sekitar satu dekade, ditambah satu dekade rezeki normal. Pada saat bersamaan, kebutuhan konsumsi domestik atas minyak meningkat pesat, sedangkan produksi perlahan turun. Cadangan minyak di perut bumi pun makin berkurang.

Bagaimana dengan hasil masih berutang banyak untuk membangun agar menjadi negara kaya dan lepas landas tadi. Bukankah seharusnya telah bisa dinikmati setelah satu dua dekade? Ternyata setelah dilaksanakan sebagai proyek pembangunan, sebagian cukup besarnya terbukti salah arah. Kurang berhasil membangun “kapasitas produksi” yang makin besar dan berkesinambungan. Tidak sesuai antara biaya dengan hasilnya.

Berkembang lah analisis tentang “kebocoran” dalam hal penggunaan utang luar negeri itu. Konon, sekitar 30 persennya masuk kantong para pihak, secara tidak sah. Sulit mengharapkan hasil opimal dari proyek yang sejak dalam permodalan telah dikorupsi sebesar itu.

Sementara itu, cukup banyak pihak swasta besar yang menggunakan dana utang secara lebih buruk. Bisnis yang mereka bangun tidak kokoh. Lebih mengandalkan keuntungan rente, banyak bergantung pada input dan teknologi pihak asing. Alih-alih menjadi pemain penting di luar negeri, di pasaran domestik saja mulai kewalahan dengan produk impor yang terus masuk kemudian.  

Ketika Soeharto lengser, hampir seluruh utang pemerintah merupakan utang luar negeri (ULN). Nilainya pada akhir tahun 1998 mencapai 66,33 miliar dolar. Anggaplah sedikit lebih rendah dari itu ketika Soeharto turun. ULN Pemerintah hanya 2,52 miliar dolar pada awal tahun 1970 dan menjadi 6,6 miliar dolar pada akhir tahun 1980.

Sementara itu, posisi ULN swasta kurang dari 1 miliar pada awal tahun 1970. Naik menjadi 14,3 miliar pada akhir tahun 1980, dan akhirnya menjadi USD 83,56 miliar dollar pada akhir tahun 1998. Lebih besar dari posisi utang pemerintah kala itu.

Dan jangan lupa, sejak 1980-an, beban pembayaran pokok utang dan bunganya telah makin berat. Sebagian besar tak lagi bersyarat lunak dan berbunga murah.

Utang pemerintah dan utang swasta ini yang kemudian menjadi salah satu faktor utama krisis ekonomi 1997/1998. Ada yang mengatakan sebagai penyebab. Ada yang menilai sebagai pendorong krisis menjadi sangat parah. [rif]

Editor: Thomi Rifa'i
Topik: Dongeng Utang IndonesiaGBHNIMFUtang PemerintahUtang Soeharto
Awalil Rizky

Awalil Rizky

Kepala ekonom Pusat Belajar Rakyat | Seorang pembelajar ekonomi yang berupaya memberi informasi dan edukasi (literasi) | Berpandangan bahwa tiap warga negara berhak tahu kondisi ekonomi negeri.

POS LAINNYA

Catatan atas Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2022 (Bagian Satu)
Analisis Awalil Rizky

Catatan atas Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2022 (Bagian Satu)

9 Agustus 2022
APBN Akan Tetap Defisit, Meski Alami Surplus Semester I-2022
Analisis Awalil Rizky

APBN Akan Tetap Defisit, Meski Alami Surplus Semester I-2022

8 Agustus 2022
Samar, Informasi Laba Keseluruhan BUMN
Analisis Awalil Rizky

Samar, Informasi Laba Keseluruhan BUMN

2 Agustus 2022
Utang pemerintah
Analisis Awalil Rizky

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Tujuh)

14 Juli 2022
Indonesia Belum Naik Kelas Tahun 2021
Analisis Awalil Rizky

Indonesia Belum Naik Kelas Tahun 2021

11 Juli 2022
Catatan BPK Atas Proyek Kereta Cepat (Bagian Dua)
Analisis Awalil Rizky

Catatan BPK Atas Proyek Kereta Cepat (Bagian Dua)

6 Juli 2022
Lainnya
Selanjutnya
SK 28 Guru Besar Diteken Menteri Agama

SK 28 Guru Besar Diteken Menteri Agama

idola Emmeril Khan Mumtadz

Emmeril Khan Mumtadz dan Negeri yang Krisis Idola

TRANSLATE

TERBARU

perkembangan anak

5 Bidang Perkembangan Anak Usia Dini, Perlu Diperhatikan

9 Agustus 2022
pembunuhan berencana

Pembunuhan Berencana

9 Agustus 2022
Catatan atas Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2022 (Bagian Satu)

Catatan atas Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2022 (Bagian Satu)

9 Agustus 2022
Melawan Osteoporosis

Pemprov DKI Canangkan Gerakan DKI Jakarta  Melawan Osteoporosis

9 Agustus 2022
trauma kasus polisi tembak

Trauma Kasus Polisi Tembak

9 Agustus 2022
Hari Masyarakat Adat Internasional

Hari Masyarakat Adat Internasional 2022, Tema: Peran Perempuan Adat

9 Agustus 2022
Kaum Khawarij Modern

Potret Keberagamaan yang Ekslusif Kaum Khawarij Modern

9 Agustus 2022

SOROTAN

Kaum Khawarij Modern
Opini

Potret Keberagamaan yang Ekslusif Kaum Khawarij Modern

:: A. Ramdani
9 Agustus 2022

Kaum Khawarij Modern

Selengkapnya
Sejarah Penetapan Tahun Hijriah dan Arti Bulan-Bulan dalam Kalender Islam

Sejarah Penetapan Tahun Hijriah dan Arti Bulan-Bulan dalam Kalender Islam

1 Agustus 2022
satu abad chairil anwar

Satu Abad Chairil Anwar, Puisi dan Doa

26 Juli 2022
Film Invisible Hopes

Film Invisible Hopes Mengungkap Sisi Gelap Anak-Anak yang Lahir di Jeruji Penjara

23 Juli 2022
Beredar Surat Pengangkatan Tenaga Honorer Jadi PNS, Begini Penjelasan Kemen PANRB

Pegawai Negeri Dibutuhkan, Tetapi Cenderung Tidak Diapresiasi

21 Juli 2022
Marak Praktik Penipuan Mystery Box, Celios Sarankan E-Commerce Lebih Proaktif

Marak Praktik Penipuan Mystery Box, Celios Sarankan E-Commerce Lebih Proaktif

18 Juli 2022
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Risalah
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Sastra
  • Khazanah
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang