BARISAN.CO – Bagi Komisioner Pengawas Pemilu dan stafnya, sangat penting memiliki literasi media dan kompetensi jurnalistik atau media seperti: penulisan berita atau opini seputar isu tahapan, non tahapan, menjelang dan paska Pemilu serta berbagai informasi lainnya terkait dengan demokrasi. Jika kompetensi tersebut dimiliki, dapat mendongkrak kinerja dan citra positif Pengawas Pemilu maupun efektivitas pencegahan pelanggaran Pemilu.
Hal tersebut diutarakan jurnalis senior Achmad Fachrudin dan pengajar ilmu jurnalistik Fakultas Dakwah Institut PTIQ Jakarta pada acara diskusi bertajuk “Mengasah Literasi Berita dan Opini Penanganan Pelanggaran Pemilu”, Kamis (24/3/2022) di kantor Bawaslu Jakarta Pusat. Acara tersebut dibuka oleh Ketua Bawaslu Jakarta Pusat Halman Muhdar, dan dihadiri oleh semua komisioner Bawaslu Jakarta Pusat dan perwakilan staf Bawaslu se-DKI Jakarta.
“Isu atau wacana seputar Pemilu, sangat banyak dan luas, dan dapat menjadi materi tulisan yang aktual dan menarik. Hanya saja untuk mampu menuangkannya ke dalam bentuk berita atau opini, memerlukan penguasaan akan materi berita atau opini yang akan ditulis, selain kepiawaian menentukan judul dan angle (sudut pandang), teras berita (lead), penyusunan dan penulisan paragraf, dan sebagainya,” kata pria yang akrab disapa Abah ini.
Selain itu, Abah menambahkan, diperlukan juga pemahanan terhadap rambu-rambu peraturan perundangan kepemiluan, UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, kaidah dan kode etik jurnalistik. Sebab menurut anggota Dewan Pembina Literasi Demokrasi Indonesia tersebut, tidak semua proses Pemilu bisa diberitakan atau diopinikan secara terbuka ke publik. Yang dapat dikecualikan atau belum bisa dipublikasikan ke publik adalah terkait proses penanganan pelanggaran Pemilu yang belum berkepastian hukum atau belum inkrah.
Menurut Abah, selain ditulis oleh Pengawas Pemilu atau stafnya yang dimuat di media internal Pengawas Pemilu seperti website dan laman media informasi dan dokumentasi yang dikelola Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Daerah (PPID) yang dimiliki semua jajaran Bawaslu se-Indonesia, guna desiminasi informasi Pemilu dan penguatan citra institusi yang lebih luas, berbagai berita dan opini tentang Pemilu dapat dipublikasikan di media massa umum, baik cetak maupun online. Termasuk melalui jurnal ilmiah.
Menurut pemerhati Pemilu dan demokrasi ini, tantangan ke depan makin kompleks, apalagi pada Pemilu Serentak 2024. Kompleksitas tersebut akan diperumit dan diperkeruh dengan meluapnya berbagai informasi, terutama yang berbasis digital yang belum tentu jelas sumber dan akurasi informasinya, terutama di media sosial. Untuk menghadapi hal tersebut, Fachrudin berpendapat, Pengawas Pemilu mutlak harus memiliki kemampuan literasi media dan kompetensi jurnalistik, khususnya dalam penulisan berita dan opini. [rif]