Awalil mengatakan, nilai itu dibelanjakan melalui beberapa Kementerian/Lembaga (K/L). Hal itu dikarenakan, selain Kementerian Sosial, banyak yang memperoleh alokasi yang termasuk kategori anggaran perlinsos. Ada pula yang tidak tergolong belanja K/L, langsung dikontrol oleh Kemenkeu sebagai Bendahara Negara, seperti beberapa jenis subsidi dan pengeluaran pembiayaan. Bahkan ada yang melalui Transfer Ke Daerah, seperti BLT Dana Desa, ungkap Awalil.
Oleh karenanya, Awalil menilai beberapa judul pemberitaan dan sebagian konten perdebatan para netizen bisa misleading. Nilai Rp500 triliun itu adalah keseluruhan alokasi anggaran, bukan hanya untuk rapat-rapat, studi banding dan semacamnya. Beberapa jenis pengeluaran yang masuk dalam anggaran Perlinsos bahkan tinggal dieksekusi karena telah ada aturan mainnya.
Awalil mengingatkan untuk mengecek pernyataan Menteri atau pemberitaan langsung tentang itu. Dan dia melanjutkan, dari pemberitaan awal pun tidak bisa disimpulkan anggaran sebesar itu seluruhnya untuk yang banyak diangkat sebagai judul atau digarisbawahi. Menteri memang kurang memberi penekanan bahwa sebagian yang dipakai untuk rapat dll itu berapa porsinya, tetapi jelas dia pun tak bermaksud seluruhnya.
Awalil sendiri memperkirakan, porsinya maksimal hanya mencapai kisaran 10 persen atau sekitar Rp50 triliun, antara lain karena sebagian besar program dan kegiatan yang dicakup anggaran perlinsos sudah definitif.
“Tinggal dilaksanakan, tanpa banyak memerlukan rapat dan studi banding lagi,” ujarnya.
Meski demikian, Awalil menganggap soalan semacam ini, baik untuk memicu agar pemerintah lebih transparan dan konsisten dalam mensosialisasikan APBN.
“Sinyalemen inefisiensi dan tidak efektifnya anggaran kemiskinan sudah lama disampaikan para ahli dan pengamat. Rapat, perjalanan dinas, pengawasan, studi banding dan semacamnya kemungkinan memang bagian dari yang harus segera diperbaiki,” tegasnya.