Manusia telah berbuat culas dan tak adil terhadap alam.
Di tengah kehancuran telah nyata mengancam habitat manusia, kerakusan itu tak kunjung berhenti. Seruan penyelematan tak dihiraukan.
Forum-forum dunia untuk keselamatan bersama tak memberi efek apapun, dan kenaikan suhu permukaan bumi terus bergerak naik, bahkan melampoi ambang batas toleransi.
Saat ini, dahsyatnya bencana bukan berarti alam sedang marah. Itu hanya gerak alamiah alam mencari titik keseimbangan. Antara derita dan nafsu manusia sedang bertemu pada situasi yang mengerikan.
Tapi manusia tak hanya tidak adil terhadap alam. Ia juga tak adil terhadap sesamanya. Ketidakadilan itu nampak terang dari jurang antara si kaya dan si miskin, antara negara maju dan terbelakang yang terus melebar.
Manusia kehilangan keutuhan dan kepedulian antara satu dengan lainnya. Manusia kehilangan emphati antar sesamanya.
Puncak buruknya peradaban manusia saat ini adalah sikap manusia terhadap derita Palestina. Dunia seperti diam dan tangannya lemah untuk berbuat sesuatu, seperti mereka yang bertumbangan di sana bukan manusia.
Peristiwa genosida Palestina itu bukan soal pertikaian bangsa atau agama. Itu bentuk penghinaan atas harkat dan peradaban manusia. Peristiwa Palistina adalah puncak buruknya peradaban mutahir.
Saat ini, ketika manusia tak lagi punya tata terhormat untuk dirinya. Maka, tak ada jalan yang akan ditemui manusia selain kehancuran. Seperti yang dikatakan sejumlah kalangan, kiamat sudah dekat dan sudah ada jadwalnya.
Ini sebeNarnya statemen warning. Manusia hanya dihadapkan pada dua pilihan; bertobat dan lebih rendah hati, atau bergerak menuju jurang kehancuran secara bersama-sama. []