Pesan-pesan anti rokok juga dituangkan anak-anak dalam gambar dan tulisan di layang-layang sebagai bentuk ekspresi sikap mereka terhadap rokok.
BARISAN.CO – Dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional 2025, Lentera Anak bersama Komunitas Traditional Games Return (TGR) dan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) menggelar acara edukatif yang dikemas lewat permainan tradisional di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Beringin, Rawasari, Jakarta Pusat.
Kegiatan bertajuk “Bermain Gembira Sambil Belajar Bahaya Rokok” ini melibatkan 30 anak usia 5–16 tahun, dibantu 9 kakak pendamping kelompok dan 6 fasilitator bermain.
Acara dipandu langsung oleh Aghnina Wahdini, Social Media Officer Lentera Anak sekaligus Duta Denormalisasi Rokok SEATCA, yang juga penggagas komunitas TGR.
“Permainan tradisional bukan hanya hiburan, tapi juga ruang belajar yang kaya nilai. Kami manfaatkan ini untuk mengenalkan bahaya rokok dan strategi industri rokok menyasar anak,” ujar Aghnina, Minggu (20/07/2025)
Anak-anak dibagi ke dalam enam pos permainan edukatif, seperti Ular Tangga untuk mengenal perokok pasif, Engklek untuk belajar siasat pemasaran rokok, Hula Hoop untuk mengenali dampak sampah rokok, Balogo untuk menolak produk tembakau, Petak Umpet tentang Kawasan Tanpa Rokok, dan Telepon Kaleng untuk menyampaikan pesan anti rokok.
Setiap pos berlangsung meriah dengan tanya jawab seputar materi rokok. Anak yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar langsung mendapat hadiah. Setelah semua permainan selesai, anak-anak menuangkan pesan anti rokok dalam gambar dan tulisan di layang-layang, seperti “Rokok Bikin Sakit” dan “Rokok Berbahaya”.
Menurut Aghnina, pendekatan sejak dini sangat penting mengingat siasat industri rokok kian menyasar anak dengan kemasan menarik dan promosi yang tersebar di sekitar sekolah.
“Warung di dekat sekolah masih menjual rokok eceran dan menempatkannya sejajar dengan makanan anak. Ini mengaburkan bahaya rokok yang jelas bersifat adiktif,” tegasnya.
Ia mengutip data Kementerian Kesehatan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, dan sekitar 7,4 persen adalah anak usia 10–18 tahun.
Sementara prevalensi perokok elektronik di kelompok usia yang sama meningkat hampir 10 kali lipat dalam dua tahun terakhir.
Aghnina berharap peringatan Hari Anak Nasional dapat menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan anak dari paparan rokok.
“Anak berhak atas lingkungan yang sehat dan informasi yang benar. Melindungi mereka dari rokok adalah bagian dari mewujudkan kepentingan terbaik bagi anak,” pungkasnya. []