BARISAN.CO – Ekonom Senior Fadhil Hasan memandang bahwa penggabungan Kementerian Ristek membahayakan masa depan agenda riset dan pengembangan (research and development) Indonesia.
Agenda penggabungan itu, menurut Fadhil, menyebabkan Indonesia seolah tidak lagi peduli dan concern terhadap riset dan pembangunan baik sisi kelembagaan maupun penganggaran.
“Penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi tersebut tidak sejalan dengan program yang dicanangkan Presiden Jokowi sendiri yaitu pemerintah mendukung manusia Indonesia unggul yang adaptif dengan teknologi dalam upaya transformasi ekonomi menuju ekonomi berbasis ilmu pengetahuan (knowledge based economy).” Kata Fadhil Hasan dalam webinar Kebijakan Publik yang digelar Narasi Institute, Jumat (23/4/2021).
Tambah Fadhil, penggabungan Kemenristek dengan Kemendikbud menunjukkan dukungan pemerintah terhadap riset dan penelitian akan alakadarnya, alias tidak serius dan tidak fokus.
“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki ruang lingkup yang terlalu luas mulai dari pendidikan dasar, menengah pertama, menegah atas dan perguruan tinggi, serta pendidikan non formal, vokasional dan kebudayaan sehingga tidak akan fokus mengembangkan riset dan teknologi nasional,” ujar Fadhil Hasan.
Fadhil menegaskan bahwa ketiadaan kementerian riset akan mengurangi politik anggaran pemerintah soal riset dan teknologi.
”Anggaran riset dan teknologi yang saat ini sangat rendah akan semakin tertekan dengan hilangnya Kementerian Ristek. Ini gawat kalau negara sebesar Indonesia harus mengalami kemunduran di bidang riset dan pengembangan karena berubahnya komitmen dan perhatian pemerintah,” ujar Fadhil Hasan.
Dalam kesempatan yang sama, Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat juga mengingatkan bahwa Pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang levelnya di bawah kementerian, pastinya membutuhkan waktu untuk learning curve kelembagaan.
“BRIN diyakini tidak akan bekerja cepat dan optimal. BRIN akan disibukan dengan SOP dan pengaturan internal organisasi barunya sementara outcome riset dan penelitiannya tidak optimal,” ujar Hidayat. []