Sebagian data ketenagakerjaan di atas bisa diartikan bahwa cukup banyak orang yang tidak menjadi panganggur atau masih bisa bekerja akibat pandemi, namun kondisinya tidak menggembirakan. Mereka hanya bisa bekerja secara tidak pernuh, atau bekerja tanpa dibayar, atau kembali menjadi buruh tani.
Dengan kata lain, pandemi berdampak sangat buruk terhadap kondisi ketenagakerjaan. Pada giliran berikutnya pada produktivitas dan penghasilan para pekerja atau masyarakat. Kondisinya masih jauh dari pulih pada tahun 2021, dan nyaris mustahil akan kembali pada kondisi sebelum pandemi pada tahun 2022.
Berhubungan sangat erat dengan kondisi ketenagakerjaan yang demikian adalah kondisi kemiskinan. Jumlah penduduk miskin melonjak dari 24,79 juta orang per September 2019 menjadi 27,55 juta orang per September 2020. Dan nyaris tidak berkurang per Maret 2021 yang sebanyak 27,54 juta orang.
Tingkat kemiskinan atau persentase penduduk miskin meningkat dari 9,22% per September 2019 menjadi 10,19% per September 2020. Masih bertahan sebesar 10,13% per Maret 2021.
APBN 2022 menargetkan penurunan tingkat kemiskinan hingga di kisaran 8,5 – 9,0%. Jika target ini tercapai, memang telah lebih baik dari kondisi tahun 2019. Namun, target terkesan kurang realistis berdasar rata-rata laju penurunan sebelum pandemi.
BPS sebenarnya biasa menyajikan data tentang jumlah penduduk miskin menurut statusnya. Basis pengelompokan tetap memakai garis kemiskinan (GK) sesuai bulan dan tahun bersangkutan. Jika yang umum dikenal hanya ada dua kelompok, yaitu miskin jika pengeluarannya di bawah GK dan tidak miskin jika di atas GK.
Pengategorian BPS dalam hal status status kemiskinan menjadi empat kelompok yaitu: kelompok Sangat Miskin dengan ukuran kurang dari 0,8 GK; kelompok Miskin dengan ukuran mulai dari 0,8 GK sampai kurang dari 1 GK; kelompok hampir miskin dengan ukuran mulai dari 1 GK sampai kurang dari 1,2 GK; dan kelompok Rentan Miskin Lainnya dengan ukuran mulai dari 1,2 GK saampai kurang dari 1,6 GK.
Data semacam ini dipublikasi BPS sejak tahun 2012, berhubungan erat dengan kebutuhan data bagi program perlindungan sosial dari Pemerintah. Pertimbangan utamanya adalah agar tersedia data awal tentang 40% kelompok berpendapatan terbawah, yang pada tahun 2012 cukup tercermin dari ukuran atau batasnya berupa 1,6 kali lipat GK. Artinya lebih tinggi dari sekadar kategori miskin atau satu kali GK.
BPS hanya menyediakan data dimaksud untuk kondisi Maret pada tahun bersangkutan, antara lain karena jumlah sampel keluarga dalam survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS). Sampel Susenas bulan Maret mencapai 300 ribu rumah tangga, jauh lebih banyak dibanding bulan September yang hanya di kisaran 75 ribu rumah tangga.