Kuliah Umum Universitas Paramadina: Kebangkrutan Ekonomi Sri Lanka dan Pakistan. Struktur dan kondisi ekonomi Sri Lanka agak mirip dengan Indonesia sehingga membedah Sri Lanka amat penting bagi Indonesia sebagai pembelajaran.
BARISAN.CO – Krisis Sri Lanka tak lepas dari kondisi Asia Selatan yang terbilang sangat unik di dunia. Antara lain Pertama, Di kawasan yang kecil seperti Sri Lanka, bermukim 25% penduduk bumi. Kehidupan Politik sangat dinamis dan amat mendominasi. Kedua, Kawasan Asia Selatan sarat konflik kepentingan internal dan persaingan politik antar negara-negara Pakistan, Bangladesh dan India sendiri yang pada 1947 merdeka.
Demikian disampaikan Wijayanto Samirin dalam Kuliah Umum Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Paramadina dengan tema Kebangkrutan Ekonomi Srilangka dan Pakistan; Risiko yang Dihadapi Indonesia dan Upaya Mitigasi, Sabtu (23/4/2022).
Ekonom Universitas Paramadina ini mengatakan apapun peristiwa yang terjadi di negara atau belahan dunia lain bukan tidak mungkin suatu saat bisa terjadi di Indonesia jika tidak ada langkah antisipasi.
“Pengalaman bangsa lain harus menjadi perhatian bersama bagi negara Indonesia yang sangat dinamis perkembangannya. Yang sebenarnya cukup “fragile”, tapi juga lumayan “strong,” imbuhnya.
Wijayanto mengatakan China juga belakangan berkepentingan menyukseskan agenda BRI (Belt and Road Initiative) dengan mencari mitra strategis guna mewujudkan agenda BRI melalui fasilitas pinjaman kepada negara-negara di dunia, khususnya di kawasan Asia Selatan.
“Agenda BRI berintikan menyukseskan program China untuk menyukseskan ekspor produk-produk China atau import bahan baku yang dibutuhkan dalam negeri/industri China. Kehadiran China sebagai aktor baru di Asia Selatan menjadikan kawasan itu semakin dinamis,” jelasnya.
Menurut Wijayanto pengaruhnya, di Pakistan ada perseterusan AS dan China, di Nepal ada persaingan India dan China. Di Sri Lanka pun ada perseteruan antara India dan China.
“Faktor proyek-proyek China/BRI di Sri Lanka menjadi salah satu faktor yang kemudian membangkrutkan ekonomi Sri Lanka. Bukan faktor terpenting tapi salah satu faktor pendorong kebangkrutan,” sambung mantan Stafsus Wapres Bidang Ekonomi 2014-2019 ini.
Kondisi pandemi yang melanda dunia mengakibatkan transfer devisa yang semula cukup membantu bagi keseimbangan ekonomi bagi negara-negara Asia Selatan menjadi drastis menurun.
Kucuran dana dari luar negeri terhenti. Hal itu akibat krisis covid-19 yang terjadi merata di seluruh dunia. Bantuan solidaritas dari buruh migran di seluruh dunia kepada Asia Selatan menjadi ikut terhenti.
Wijayanto menuturkan bagi kawasan Asia Selatan yang mempunyai alam indah, turisme menjadi faktor penerimaan penting. Terutama bagi Sri Lanka yang populasinya 22 juta jiwa dan menerima turis 2,5 juta orang/tahun dalam kondisi normal.
“Devisa dari turisme tiba-tiba anjlok karena Covid-19 dan ketika akan recovery, mendadak terjadi krisis perang Rusia dan Ukraine. Warga Rusia adalah turis nomor satu di Sri Lanka. Nomor 3 adalah warga Ukraina. Bisa jadi di Rusia banyak muncul orang kaya baru sehingga di manapun di dunia turisme selalu ada warga Rusia,” lanjutnya.
Kuliah Umum yang dimoderatori Chief of KumparanBisnis Wendiyanto Saputro. Menurut Wjayanto struktur ekonomi dan kondisi ekonomi Sri Lanka agak mirip dengan Indonesia sehingga membedah Sri Lanka amat penting bagi Indonesia sebagai pembelajaran.
“Bisa disimpulkan, yang terjadi di Sri Lanka adalah Pertama, Demokrasi yang terdegradasi. Ada begitu banyak aktivitas anti demokrasi yang dilakukan para politisi Sri Lanka. kedua, Akibat demorkasi yang terdegradasi, muncul politisi dan pemerintahan yang lalai dan corrupt,” jelasnya
Hasilnya, kerap muncul kebijakan yang buruk. Tidak untuk kepentingan rakyat tapi untuk interest kelompok, investor politik, etnis. Kondisi Sri Lanka yang seperti itu, merupakan warning bagi Indonesia untuk sekadar mengingatkan jika ada hal-hal yang sama terjadi di Indonesia.