Tampak betapa pendanaan sektor energi negara G20 belum mengarah pada kemauan menuju energi baru. Bahkan pandemi sekalipun, yang telah memaksa dunia untuk berubah, tidak dimanfaatkan sebagai momentum memperbaiki anatomi sektor energi.
Padahal setelah babak krisis COVID-19 selesai nanti, akan muncul krisis iklim di babak selanjutnya.
Kondisi Indonesia
Bagaimanapun, Indonesia juga wajib mengarah pada energi terbarukan. Dalam Kebijakan Energi Nasional, sudah ditetapkan Indonesia akan memanfaatkan energi terbarukan sebesar 23% dari total energi yang ada pada tahun 2025.
Persentase tersebut merupakan ‘sasaran antara’ yang penting dicapai sebelum menuju ‘sasaran sesungguhnya’, yakni energi terbarukan 31% pada tahun 2050.
Namun sejauh ini—mungkin akibat komitmen pemerintah yang cenderung timbul tenggelam—realisasi energi terbarukan pada tahun 2020 hanya bisa dicapai sebesar 11,2%. Kalah jauh dibanding gas bumi 19,16%, minyak bumi 31,60%, dan batu bara 38,04%.
Terlihat, kita masih amat bergantung pada energi fosil.
Realisasi Bauran Energi (2020)
Target Bauran Energi (2025)
Target Bauran Energi (2050)
Sumber data: ESDM.
Jelas bahwa transisi energi adalah langkah yang berat. Itu tidak mudah tercapai tanpa dukungan yang memadai, baik dari segi regulasi, anggaran, dan kebijakan-kebijakan pendukung lainnya.
Selain bahwa penting bagi pemerintah untuk menggenjot kebijakan sektoral seperti transisi energi, masih banyak pekerjaan yang perlu segera diselesaikan, salah satunya meningkatkan kesadaran publik akan bahaya perubahan iklim. Atau sebaliknya: merespons dengan bijak setiap keluhan masyarakat terkait kondisi lingkungan tempat mereka hidup.
Meski masih kecil, kesadaran akan lingkungan sedang bertumbuh di masyarakat kita. Hal itu ditunjukkan dengan, misalnya, oleh sejumlah pihak yang menyebut diri sebagai Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota), yang pada tanggal 6 Juli 2019, menyampaikan gugatan warga negara (citizen lawsuit) terkait pencemaran yang ada di Jakarta.
Koalisi ini—terdiri dari Greenpeace, Walhi, dan LBH Jakarta—menggugat pihak-pihak yang dinilai bertanggung jawab atas polusi, yaitu: Presiden RI, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemprov DKI, Pemprov Banten, dan Pemprov Jawa Barat.
Sudah lebih dari 18 bulan gugatan itu terkatung. Jika pemerintah tidak bijak menanggapi, dikhawatirkan bakal muncul preseden buruk bahwa negara tidak berkeinginan melindungi rakyatnya dari ancaman lingkungan.
Kesadaran Publik Terkait Isu Lingkungan
Sumber data: Verisk Maplecroft.
Padahal, hak atas lingkungan hidup yang baik telah diatur dalam UUD 1945. Bahwa, bukan sekadar akses ke pelayanan kesehatan, negara juga wajib memberi akses informasi dan mengedukasi masyarakat agar upaya mitigasi lingkungan berjalan dengan baik.