Enam belas tahun pasca-letusan besar 1872, atau tepatnya 31 Agustus 1888, Merapi mengalami ekstrusi magma disertai letusan berskala VEI 2. Per definisi, Ekstrusi adalah keluarnya magma ke permukaan bumi dan menjadi lava atau meledak secara dahsyat di atmosfer.
Dalam pencatatan aktivitas Merapi yang dilakukan Neumann van Padang (1936), tampak pada saat itu lava yang berkilap-kilap terpantau mengalir di bagian barat Merapi disertai sambaran petir sesekali. Dilaporkan banyak korban luka bakar. Tercatat pula, letusan tahun 1888 ini menghasilkan material vulkanik yang turun sepanjang 6 kilometer ke hulu kali Blongkeng, dan 7,5 kilometer ke kali Senowo dan Trising.
Kronologi aktivitas pascaerupsi 1872 & 2010. Sumber: BPPTKG Merapi.
Kemiripan Kronologis 1872 dan 2010
“Berdasarkan kronologi yang mirip (antara letusan 1872 dan 2010), maka diduga episode merapi akan berlanjut pada ekstrusi magma,“ terang Kepala Seksi Gunung Merapi Agus Budi Santoso dalam sebuah webinar yang digelar memperingati satu dasawarsa meletusnya Merapi 2010.
Data pemantauan menunjukkan, sepanjang 2010-2020, ada migrasi magma menuju permukaan. Agus Budi juga mengatakan bahwa, dalam waktu dekat, tak menutup kemungkinan Merapi mengalami erupsi efusif. Lebih dari itu, bahkan ada pula kemungkinan erupsi akan bersifat ekplosif.
Pasca erupsi besar 2010, G. Merapi mengalami erupsi magmatis kembali pada 11 Agustus 2018 yang berlangsung sampai bulan September 2019. Seiring dengan berhentinya ekstrusi magma, G. Merapi kembali memasuki fase intrusi magma baru yang ditandai dengan peningkatan gempa Vulkanik Dalam (VA) dan rangkaian letusan eksplosif sampai dengan 21 Juni 2020. Aktivitas vulkanik terus meningkat hingga saat ini. Gambar merupakan grafik Energi kumulatif satu tahun sebelum 5 November 2020 dibandingkan dengan energi kumulatif sebelum erupsi-erupsi terdahulu. Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ESDM.
Dengan kata lain, ancaman bahaya Merapi akan semakin dekat, menunggu waktu yang belum dapat ditentukan. “Kita tidak memungkiri adanya probabilitas skenario erupsi eksplosif, meskipun ini (kemungkinannya) kecil. Tanda-tandanya adalah jika ada percepatan yang signifikan dari peningkatan data pemantauan baik seismik maupun deformasi.” Kata Agus Budi Santoso.
Bila letusan eksplosif benar terjadi, maka dalam hitungan BPPTKG, diperkirakan bakal ada lontaran material vulkanik dengan radius 3 kilometer dari puncak gunung. Sementara, potensi bahaya berupa guguran lava dan awan panas, diprediksi akan lebih tinggi pada sektor selatan-barat daya meliputi sungai Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 km. []
Penulis: Ananta Damarjati