Scroll untuk baca artikel
Fokus

Erupsi Merapi Menunggu Waktu

Redaksi
×

Erupsi Merapi Menunggu Waktu

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Gunung Merapi menampakkan aktivitas yang semakin intens. Dalam sepekan terakhir, mulai 8 Januari 2020, lebih dari 130 kali Merapi memuntahkan guguran lava pijar.

“Dari guguran lava pijar itu jarak luncurnya maksimal 900 meter ke arah barat daya hulu kali Krasak,” kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida, Jumat, 15 Januari 2021.

Di kesempatan sebelumnya, Hanik menyebut, pemantauan telah intensif dilakukan BPPTKG pasca-letusan pada 21 Juni 2020. Ia pun berkata bahwa erupsi Merapi kemungkinan besar terjadi dalam waktu dekat, meski tidak sebesar erupsi tahun 2010.

Berkaca dari pengalaman masa lalu, erupsi besar Merapi tahun 2010 memberi pelajaran penting dalam pengelolaan bencana gunung api. Menurut catatan resmi, korban tewas peristiwa itu mencapai 277 jiwa—termasuk juru kunci Merapi Mbah Maridjan.

Dampak erupsi 2010. Sumber: Pemkab. Sleman.

Tepatnya Selasa 26 Oktober 2010, Merapi mengalami erupsi tipe subplinian. Tipe ini memiliki letusan berskala VEI 4 (Volcanic Explosivity Index). Skala ini merupakan yang tertinggi di gunung Merapi. Sebagai gambaran, jumlah material yang keluar dari perut Merapi pada saat itu mencapai 130 juta meter kubik.

Erupsi serupa 2010 pernah pula terjadi pada 1872. Keduanya sama-sama memiliki skala VEI 4, di mana proses erupsinya disertai letusan besar, dan mengeluarkan awan panas dengan jangkauan mencapai lebih dari 15 kilometer.

Pun, keduanya sama-sama membentuk kawah baru. Erupsi tahun 2010 membentuk kawah selebar 358×431 meter dengan kedalaman 150 meter. Sedang erupsi tahun 1872 membentuk kawah yang lebarnya 480×600 meter dengan kedalaman 160 meter.

Grafik 1: Catatan Erupsi Merapi (1548-sekarang)

Catatan Erupsi Merapi sejak tahun 1548: Global Volcanism Program.

Erupsi 1872

Dalam catatan M.A Hartman, dimulai dari 15 April 1872, terjadi letusan dahsyat yang berlangsung selama 5 hari, atau tepatnya dicatat “selama 120 jam tanpa henti”. Letusan tersebut dapat dirasakan sejauh Karawang dan Bandung di sebelah barat, hingga pulau Bawean di sebelah timur.

Letusan ini, selain membumbungkan awan panas, juga mengalirkan material ke hampir semua sungai yang ada di kaki Merapi yaitu sungai Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol. Total material vulkanik yang dikeluarkan letusan ini mencapai 100 juta meter kubik, dan merupakan yang terbesar pada abad 19 dan 20.

Letusan 1872 juga menghasilkan kawah yang dinamai ‘Mesjidanlama’ dengan lebar 480×600 meter. Pada 3 dan 4 November di tahun yang sama, terjadi letusan baru yang mengakibatkan hujan abu di daerah sekitar Merapi.

Seterusnya mulai dari November 1872 hingga awal 1873, Merapi tetap menunjukkan aktivitas, tetapi tidak semua peristiwa tercatat. Dalam hal itu, pelukis Indonesia Raden Saleh Bustaman pernah merekam rupa erupsi tahun tersebut dalam satu lukisannya.

Enam belas tahun pasca-letusan besar 1872, atau tepatnya 31 Agustus 1888, Merapi mengalami ekstrusi magma disertai letusan berskala VEI 2. Per definisi, Ekstrusi adalah keluarnya magma ke permukaan bumi dan menjadi lava atau meledak secara dahsyat di atmosfer.

Dalam pencatatan aktivitas Merapi yang dilakukan Neumann van Padang (1936), tampak pada saat itu lava yang berkilap-kilap terpantau mengalir di bagian barat Merapi disertai sambaran petir sesekali. Dilaporkan banyak korban luka bakar. Tercatat pula, letusan tahun 1888 ini menghasilkan material vulkanik yang turun sepanjang 6 kilometer ke hulu kali Blongkeng, dan 7,5 kilometer ke kali Senowo dan Trising.

Kronologi aktivitas pascaerupsi 1872 & 2010. Sumber: BPPTKG Merapi.

Kemiripan Kronologis 1872 dan 2010

“Berdasarkan kronologi yang mirip (antara letusan 1872 dan 2010), maka diduga episode merapi akan berlanjut pada ekstrusi magma,“ terang Kepala Seksi Gunung Merapi Agus Budi Santoso dalam sebuah webinar yang digelar memperingati satu dasawarsa meletusnya Merapi 2010.