Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Fitnah Keji Pasca-Utsman

Redaksi
×

Fitnah Keji Pasca-Utsman

Sebarkan artikel ini

Nah, hari-hari tasyriq setelah Utsman terbunuh, para istri Nabi Saw. tengah menunaikan ibadah haji di Mekah, artinya Aisyah beserta para istri yang lain tidak sedang di Madinah. Pada saat bersamaan, di Madinah kaum muslimin telah berbaiat kepada Ali ibn Abi Thalib.

Di Mekah, selain para Ummul Mukminin, berkumpul pula para pemuka sahabat. Kemudian datang pula, Ya’la ibn Umayyah, gubernur Yaman yang diangkat oleh Utsman ibn Affan. Juga Abdullah ibn Amir, gubernur Basrah, yang juga diangkat oleh Utsman. Mereka berdua sengaja menemui Ummul Mukminin mendiskusikan soal kematian Utsman ibn Affan. Dari situlah, Aisyah mengemukakan pendapat agar mereka menuntut kisas atas pembunuhan Utsman.

Orang-orang yang ada di Mekah menyambut seruan Sayyidah Aisyah tersebut. Lantas mereka bersepakat untuk memulai kampanye tuntutan di Basrah. Mereka juga sepakat untuk mengangkat Sayyidah Aisyah sebagai koordinator kampanye.

Setiba di Marbad, pinggiran kota Basrah, rombongan yang berjumlah ribuan di bawah kepemimpinan Sayyidah Aisyah beristirahat. Kemudian datang sepasukan dari Basrah yang dipimpin Hakim ibn Jabalah, salah seorang yang terlibat pembunuhan Utsman, membuat kisruh dan akhirnya terjadi perselisihan dengan pengikut Aisyah. Peperangan pun tak terelakkan. Pasukan Hakim terus merangsek, menyerang rombongan Aisyah.

Namun, apalah daya pasukan Basrah pimpinan Hakim itu melawan rombongan sahabat pimpinan Aisyah. Setelah pertarungan yang cukup sengit, barisan pasukan Basrah hancur porak poranda. Hakim sendiri terbunuh beserta 70 orang pasukannya.

Sementara itu, Ali ibn Abi Thalib r.a. mengalihkan perhatian dari Syam ke Basrah ketika mengetahui apa yang tengah berkemelut di sana. Salah seorang sahabat bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, apa yang Tuan kehendaki?”

Ali menjawab, “Tiada yang kuinginkan selain perdamaian.”

Singkat kisah, Ali mengutus al-Qa’qa ibn Amir, seorang pemuka Kufah, untuk menemui Aisyah di Basrah. Dan, di hadapan Aisyah, ia berkata, “Wahai Ibunda, apakah yang mendorongmu berjalan sejauh ini hingga tiba di sini?”

“Anakku,” jawab Aisyah, “sesungguhnya aku menginginkan perdamaian di antara umat.”

“Jika begitu, apa syarat yang diinginkan agar perdamaian itu terwujud dan bagaimana mewujudkannya?”

“Kami menginginkan orang-orang yang membunuh Utsman. Jika urusan ini diabaikan berarti kita mengabaikan perintah Al-Quran.”

Al-Qa’qa pulang menemui Ali dan melaporkan hasil diskusi dengan Aisyah. Ali sangat senang, karena ternyata ia dan Ummul Mukminin bersepahaman menghendaki perdamaian. Dan esok paginya, Ali beserta pasukan bergerak ke Basrah hendak menemui Aisyah. Di sisi lain, Aisyah juga bergerak hendak menyambut sang Amirul Mukminin. Akhirnya kedua pihak bertemu dan berhadapan.