Cara menanggulangi kerusuhan suporter sepakk bola dengan gas air mata sebenarnya dilarang oleh FIFA. Peraturan itu tertuang pada Pasal 19 FIFA Safety and Security Stadium
BARISAN.CO – Sepak bola Indonesia kembali berduka setelah terjadinya kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang, Jawa Timur, seusai tuan rumah Arema FC dikalahkan Persebaya 2-3 dalam lanjutan Liga 1, Sabtu (1/10/2022).
Suasana malam Minggu yang seharusnya indah harus berakhir kelabu. Data Terbaru, peristiwa ini memakan korban jiwa kurang lebih sebanyak 159 orang.
Suasana malam Minggu yang seharusnya indah harus berakhir kelabu. Sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia.
Kerusuhan ini menjadi petaka mengerikan. Para korban tewas karena berdesak-desakan menuju pintu keluar. Dengan tembakan gas air mata dan massa yang berhimpitan, para korban mengalami sesak nafas dan tumbang.
Alasan polisi melakukan penembakan gas air mata tersebut karena sejumlah pendukung tim berjuluk Singo Edan yang tidak puas dengan hasil pertandingan turun ke lapangan. Polisi menganggap mereka melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.
Awalnya, petugas pengamanan melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar para suporter tersebut tidak turun ke lapangan dan mengejar pemain. Dalam prosesnya, akhirnya petugas melakukan tembakan gas air mata.
“Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen,” kata Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dalam jumpa pers di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022).
Larangan Gas Air Mata di Stadion
Cara menanggulangi kerusuhan suporter dengan gas air mata sebenarnya dilarang oleh FIFA. Ketua Save Our Soccer, Akmal Marhali menyoroti penggunaan gas air mata di dalam stadion. Ia menyebut bahwa pada peraturan FIFA, sebenarnya terdapat larangan penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Peraturan itu tertuang pada Pasal 19 FIFA Safety and Security Stadium. “Ditegaskan bahwa senjata api dan gas air mata dilarang digunakan dalam pengamanan stadion,” ujar Akmal mencuit di twitter.
Pasal 19 FIFA Safety and Security Stadium itu, berbunyi, “no firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used”.
Dalam video yang beredar di media sosial, sebagian suporter turun ke tengah lapangan, namun terlihat tidak ada bentrokan berarti dengan aparat. Sementara asap yang diduga gas air mata terlihat mengepul ke bagian tribun yang masih disesaki para penonton.
Menkopolhukam Mahfud MD juga menegaskan, kerusuhan ini bukan bentrok suporter Arema dan Persebaya. Sebab pada pertandingan itu suporter Persebaya tidak boleh ikut menonton. Suporter di lapangan hanya dari Arema.
“Para korban pada umumnya meninggal karena desak-desakan, saling himpit, dan terinjak-injak, serta sesak napas. Tak ada korban pemukulan atau penganiayaan antar suporter,” kata Mahfud dalam keterangannya, Minggu (2/10/2022).
Tragedi Terparah Kedua di Dunia
Kerusuhan suporter ini disinyalir tercatat sebagai salah satu tragedi dengan korban jiwa di atas 100 orang dan termasuk terbanyak kedua di dunia.
Bahkan, kerusuhan di Kanjuruhan ini bisa dibilang lebih parah jika dibandingkan dengan tragedi Hillsborough ataupun Heysel yang sebelumnya sudah melegenda.
Kericuhan suporter dengan korban jiwa paling banyak terjadi saat laga tim nasional Peru vs Argentina untuk kualifikasi Olimpiade Musim Panas 1964.
Peristiwa itu, menurut BBC, merupakan salah satu tragedi terparah dalam sejarah sepak bola dunia. Kericuhan suporter sepak bola di Estadio Nacional di Lima, Peru ini merenggut nyawa sekitar 328 orang. Sementara 500 lainnya terluka. [rif]