Godaan nafsu duniawi senantiasa bersemayam pada diri manusia, meski setan-setan dibelenggu. Namun sesungguhnya setiap bisikan setan selalu ada di sekitar manusia. Oleh karena seseorang hendaknya mampu mensikapi bisikan setan.
Allah Swt telah menganugerahi manusia hati, melalui hati inilah Allah Swt sesungguhnya mengirimkan perisai yang luar biasa. Melalui perisai inilah manusia untuk tetap berjaga-jaga, untuk tidak bergabung menuju jurang kehancuran dan kenistaan.
Sebab pada dasarnya manusia mudah menerima bisikan dan godaan dunia. Melalui perisai berupa hati inilah supaya manusia untuk selalu dapat mengendalikan potensi nafsu pikiran maupun nafsu duniawi.
Agar dapat menundukan nafsu duniawai seperti pikiran dan badan adalah dengan cara melemahkannya untuk mencapai jiwa yang tenang. Inilah hakikat dari puasa itu yakni mencapai ketenangan jiwa, obat dari segala obat ketentraman hati adalah lapar dan haus serta tarekat untuk mengontrol tubuh manusia dengan menjalankan puasa. Jadi puasa adalah untuk menghidupkan jiwa yang lemah, menuju kesempurnaan iman.
Syekh Abdul Qodir Jaelani dalam karya Sirr al- Asrar menyatakan bahwa bila seseorang berpuasa hendaknya mampu mengharmonikan kondisi lahir dan batinnya, seperti perutnya yang dikosongkan dari makan dan minum. Jadi harus ada keseimbangan antara puasa dari sisi syari’at, dan puasa dari sisi ruhani.
Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam maqolah kitab Al-Hikam menyampaikan:
رُبّما وَجَدْتَ من المزيدِ فى الفاقةِ مالاتَجِدُهُ فى الصلاةِ والصَّوْمِ
“Terkadang pada saat kefakiran itu engkau bisa mendapatkan kelebihan karunia dan kebesaran dari Allah, yang tidak bisa engkau dapatkan dengan puasa dan shalat.”