Scroll untuk baca artikel
Blog

Hari Kartini dan Represi Kebebasan Sipil

Redaksi
×

Hari Kartini dan Represi Kebebasan Sipil

Sebarkan artikel ini

Hari Kartini. Diskusi publik perempuan LP3ES bicara regresi demokrasi, demokrasi Indonesia mengalami kemunduran dan represi kebebasan sipil seperti yang dialami Bivitri Susanti

BARISAN.CO – Direktur Pusat Media dan Demokrasi (LP3ES), Wijayanto mengatakan demokrasi Indonesia telah mengalami kemunduran sangat serius, salah satunya represi kebebasan sipil. Kaitannya dengan itu, ada satu peristiwa penting pada hari kartini ini, salah satu aktivis perempuan, Bivitri Susanti mengalami peretasan akun whatsapp dan instagramnya.

“Dia adalah salah satu aktivis yang konsisten membicarakan hilangnya demos dalam demokrasi kita. Tidak adanya warga negara dalam kebijakan-kebijakan politik,” terangnya pada diskusi publik bertema Perempuan LP3ES Bicara Regresi Demokrasi, Kamis (21/4/2022)

Bahkan menurut Wijayanto, peretasan tidak hanya dialami Bivitri Susantri tapi juga dialami oleh para mahasiswa yang demo penolakan perpanjangan masa jabatan presiden minggu lalu.

“LP3ES meminta negara untuk mengusut secara tuntas atas peretasan terhadap akademisi dari 2019 hingga apa yang dialami Bivitri hari ini, meminta negara untuk komitmen agar melindungi kebebasan berpendapat,” tegasnya.

Direktur PGD LP3ES Julia Suryakusuma menyampaikan makna dan substansi feminisme Indonesia adalah mengenai emansipasi dan demokrasi bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, bukan hanya perempuan.

“Ini bedanya dengan feminisme Barat yang tujuan utamanya memperjuangkan kesetaraan,” sambungnya.

Untuk zaman sekarang, menurut Julia terjadi kemunduran dalam konstruksi sosial keperempuanan.

“Memang status perempuan sangat terkait dengan situasi politik suatu jaman,” ujarnya.

Sementara itu Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini mengatakan situasi demokrasi menurun, bukan hanya yang substantif tapi yang prosedural pun mengalami tantangan.  

Untuk yang prosedural, di penghujung 2021 dan awal 2022 mengalami serangan dengan adanya isu penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden,” lanjutnya.

Dari segi pemilih, menurut Titi Anggraini perempuan tercatat loyal dalam menggunakan hak pilih. Pilpres 2019 mencatat 51,43% pengguna hak pilih adalah perempuan. Untuk dari sisi keterpilihan, terjadi peningkatan dari Pemilu 1999 hingga Pemilu 2019.

“Bahkan, pada Pemilu 2019 ini mencapai angka tertinggi, yakni 118 perempuan menjadi anggota DPR dari 575 anggota, setara dengan 20,5%,” jelasnya.