Lingkungan

Hari Lingkungan Hidup Sedunia: Ancaman Polusi Plastik Bagi Laut

Anatasia Wahyudi
×

Hari Lingkungan Hidup Sedunia: Ancaman Polusi Plastik Bagi Laut

Sebarkan artikel ini
Sampah plastik yang dibuang di laut mencemari lingkungan (Dok. archive.netralnews.com)

Polusi plastik ini pada lingkungan laut amat memprihatinkan. Lautan tersumbat plastik dan memanas akan menciptakan lingkaran umpan balik bagi kehidupan tumbuhan dan hewan, lebih sedikit karbon dioksida yang diserap, maka sulit mengendalikan perubahan iklim.

BARISAN.CO – Sejak tahun 1973, 5 Juni diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Tahun ini, tema yang diangkat ialah Only One Earth yang juga menjadi moto Konferensi Stocholm 1972.

Setelah 50 tahun karena dinggap masih relevan, moto itu kembali digunakan, planet ini satu-satunya rumah kita dan umat manusia harus menjaga sumber daya yang terbatas. Tahun ini juga, menandai 50 tahun berdirinya Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) sebagai hasil dari Konferensi Stockholm.

PBB mengungkapkan, salah satu masalah darurat yang dihadapi bumi ialah polusi terus meracuni udara, tanah, dan air kita.

Plastik menjadi ancaman besar bagi planet. Plastik terklorinasi dapat melepas bahan kimia berbagaya ke tanah yang kemudian meresap ke air tanah atau sumber air lainnya di sekitarnya, serta juga ekosistem. Hal ini berdampak buruk bagi spesies yang meminum air tersebut. Bukan itu saja, plastik tidak dapat terurai, justru menjadi mikroplastik.

Meski berbahaya, sekitar 400 juta ton sampah plastik diproduksi setiap tahunnya. Setiap hari, 8 juta keping plastik memasuki lautan.

Masalah dan Solusi Polusi Plastik

Penelitian yang diterbitkan di jurnal Sciences memperkirakan, tahun 2050 menjadi tahun yang suram bagi lautan. Para ahli menyebut, di tahun itu akan lebih banyak plastik daripada ikan di lautan, atau mungkin hanya plastik saja yang tersisa. Perkiraan lainnya, 90 persen terumbu karang akan mati, gelombang kepunahan massal laut bisa terjadi, dan laut mungkin menjadi terlalu panas, diasamkan, dan kekurangan oksigen.

Laporan UNEP tahun lalu menyoroti, plastik menyumbang 85 persen dari sampah laut dan memperingatkan, pada tahun 2040, volume polusi plastik yang mengalir ke wilayah laut akan bertambah 23-37 juta metrik ton sampah ke laut tiap tahunnya. Itu berarti, sekitar 50kg plastik per meter garis pantai di seluruh dunia.

Arus laut bahkan membawa sampah plastik ke pulau-pulau tak berpenghuni di Indonesia. Sejak 2017, Indonesia berkomitmen mengurangi sampah plastik laut hingga 70 persen pada tahun 2025 ke dalam rencana aksi nasional. Pemerintah juga mengeluarkan undang-undang tentang pengelolaan sampah di tahun 2018.

Kemudian, pemerintah melarang penggunaan plastik sekali pakai di minimarket. Sayang, kebijakan itu tidak dilaksanakan di pasar tradisional yang masih menggunakan plastik sekali pakai.

Mengutip WeForum, penelitian menunjukkan, mikroplastik memengaruhi kemampuan mikroorganisme laut untuk menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen. Setidaknya, setengah dari oksigen bumi berasal dari laut yang sebagian besarnya diproduksi oleh plankton.

Organisme kecil ini juga menangkap karbon melalui fotosintesis, membuat lautan menjadi penyerap karbon. Namun, dengan memakan mikroplastik, plankton ini lebih mempercepat hilangnya oksigen laut.

Itu berarti efek dari polusi plastik ini pada lingkungan laut amat memprihatinkan. Lautan tersumbat plastik dan memanas akan menciptakan lingkaran umpan balik bagi kehidupan tumbuhan dan hewan, lebih sedikit karbon dioksida yang diserap, maka sulit mengendalikan perubahan iklim.

Namun demikian, plastik sebenarnya dapat berharga apabila dirancang ulang agar tidak ada yang menjadi limbah atau polusi. Ellen MacArthur Foundation mengungkapkan, melalui pendekatan ekonomi sirkular yang komprehensif berpotensi mengurangi volume tahunan plastik memasuki lautan hingga lebih dari 80 persen, itu menghasilkan penghematan US$200 miliar per tahun, mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 25 persen, dan menciptakan 700.000 pekerjaan tambahan bersih pada tahun 2040.