Cara terbaik untuk menyelesaikan konflik keluarga melalui terapi keluarga. Bukan dengan mengumbarnya di media sosial.
BARISAN.CO – Saat memutuskan berumahtangga, itu berarti kita siap menyatukan dua keluarga menjadi satu dan perselisihan antara kita dengan mertua bisa sulit dihindari. Misalnya, mereka terlalu ikut campur urusan rumah tangga kalian berdua atau mengkritik kita.
Namun begitu, itu bukan berarti kita bisa semena-mena mengambil tindakan menyebarkan permasalahan tersebut ke khalayak luas melalui media sosial. Itu sama dengan kita tidak menjaga privasi kita dan orang tua dari pasangan.
Perlu diketahui, privasi amat penting bagi kita untuk memberi ruang dan menjadi diri sendiri tanpa penilaian orang lain. Juga, memungkinkan berpikir bebas tanpa diskriminasi dan memberi kendali penuh atas siapa saja yang tahu tentang seluk beluk kehidupan kita.
Tidak ada yang menginginkan pertengkaran, namun dengan mengumbar masalah seperti itu justru mengancam hilangnya privasi keluarga. Sering kali, terlepas dari lamanya seseorang berselancar di media sosial, mereka cenderung membagikan detail keluarga yang bisa menjadi bumerang.
Media sosial berperan besar bagi kehidupan kita. Kita mungkin pernah kecewa yang menimbulkan rasa malu. Ini juga dirasakan saat munculnya konflik dengan mertua.
Seorang psikoterapis, Joseph Burgo menyebut salah satu hal yang membuat orang merasa malu adalah kekecewaan terhadap ekspektasi.
Mengutip Glamour Magazine, Joseph mengatakan, kekecawaan itu terjadi ketika kita memiliki atau menetapkan tujuan dan gagal.
“Kamu merasa buruk tentang dirimu sendiri. Ketika kita ingin melakukan sesuatu dan kita menetapkan tujuan untuk diri sendiri dan gagal, itu akan menimbulkan perasaan buruk tentang diri kita sendiri,” kata penulis buku Shame: Free Yourself, Find Joy, and build True Self Esteem.
Kita berpikir setelah menikah, mertua tidak akan ikut campur dalam urusan rumah tangga. Namun, kenyataannya, mereka melakukannya tanpa henti-hentinya. Yang pada akhirnya, kita merasa malu kecewa terhadap ekspektasi.
Tapi, sayangnya rasa malu itu membuat orang memilih mempermalukan orang lain untuk merasa lebih baik, mengendalikan situasi, dan merasa lebih aman. Perilaku ini juga biasanya dipicu oleh kemarahan.
Banyak penelitian menunjukkan, dengan mempermalukan orang lain tidak akan mengubah perilakunya. Itu malah menyebabkan lebih banyak pemutusan hubungan dalam kategori kelompok baik dan buruk. Inilah yang terjadi saat kita membagikan masalah keluarga di media sosial.
Mungkin, kita merasa lebih baik dengan menceritakan hal itu kepada orang lain, namun kita tidak memikirkan masalah yang akan dihadapi ke depannya. Dan, tidak semua orang peduli dengan masalah kita. Jika memang tidak bisa diatasi sendiri, alangkah baiknya untuk mencari teman yang dipercaya atau juga terapis untuk membantu situasi yang sedang dihadapi itu.
Satu hal lagi, saat kita mengumbar masalah pribadi kita ke khalayak ramai, itu akan memecah persepsi terhadap masalah yang sedang dihadapi.
Dengan mengumbar masalah, itu sama saja kita mempermalukan mereka.
Menjatuhkan orang lain bukan hal yang harus dilakukan dalam mengatasi konflik. Terlebih, dengan cara tersebut, itu sengaja memancing orang lain untuk menilai sikap kita yang kurang dewasa. Ada dua alasan orang mempermalukannya di depan umum seperti itu, yakni pembalasan atas rasa sakit yang ditimbulkan atau merasa tidak tahan dengan mereka.
Akan tetapi, yang perlu diingat, ini bisa menjadi bumerang dan justru merusak hubungan kita dengan mertua. Bagaimana juga, sebelum mengambil sikap, seharusnya kita memikirkannya masak-masak, mereka adalah orang tua dari pasangan kita dan ketika kita mempermalukan mereka, itu sama dengan kita juga mempermalukan pasangan kita.