Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Senggang Edukasi

Haruskah Kita Mengumbar Masalah Keluarga di Media Sosial?

:: Anatasia Wahyudi
11 Mei 2022
dalam Edukasi
Haruskah Kita Mengumbar Masalah Keluarga di Media Sosial?

Ilustrasi Media Sosial (kompasiana.com)

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Cara terbaik untuk menyelesaikan konflik keluarga melalui terapi keluarga. Bukan dengan mengumbarnya di media sosial.

BARISAN.CO – Saat memutuskan berumahtangga, itu berarti kita siap menyatukan dua keluarga menjadi satu dan perselisihan antara kita dengan mertua bisa sulit dihindari. Misalnya, mereka terlalu ikut campur urusan rumah tangga kalian berdua atau mengkritik kita.

Namun begitu, itu bukan berarti kita bisa semena-mena mengambil tindakan menyebarkan permasalahan tersebut ke khalayak luas melalui media sosial. Itu sama dengan kita tidak menjaga privasi kita dan orang tua dari pasangan.

Perlu diketahui, privasi amat penting bagi kita untuk memberi ruang dan menjadi diri sendiri tanpa penilaian orang lain. Juga, memungkinkan berpikir bebas tanpa diskriminasi dan memberi kendali penuh atas siapa saja yang tahu tentang seluk beluk kehidupan kita.

Tidak ada yang menginginkan pertengkaran, namun dengan mengumbar masalah seperti itu justru mengancam hilangnya privasi keluarga. Sering kali, terlepas dari lamanya seseorang berselancar di media sosial, mereka cenderung membagikan detail keluarga yang bisa menjadi bumerang.

BACAJUGA

Media Sosial Revolusioner

Media Sosial Revolusioner

4 Juni 2022
zuhud terhadap dunia digital

Zuhud Terhadap Dunia Digital

28 Maret 2022

Media sosial berperan besar bagi kehidupan kita. Kita mungkin pernah kecewa yang menimbulkan rasa malu. Ini juga dirasakan saat munculnya konflik dengan mertua.

Seorang psikoterapis, Joseph Burgo menyebut salah satu hal yang membuat orang merasa malu adalah kekecewaan terhadap ekspektasi.

Mengutip Glamour Magazine, Joseph mengatakan, kekecawaan itu terjadi ketika kita memiliki atau menetapkan tujuan dan gagal.

“Kamu merasa buruk tentang dirimu sendiri. Ketika kita ingin melakukan sesuatu dan kita menetapkan tujuan untuk diri sendiri dan gagal, itu akan menimbulkan perasaan buruk tentang diri kita sendiri,” kata penulis buku Shame: Free Yourself, Find Joy, and build True Self Esteem.

Kita berpikir setelah menikah, mertua tidak akan ikut campur dalam urusan rumah tangga. Namun, kenyataannya, mereka melakukannya tanpa henti-hentinya. Yang pada akhirnya, kita merasa malu kecewa terhadap ekspektasi.

Tapi, sayangnya rasa malu itu membuat orang memilih mempermalukan orang lain untuk merasa lebih baik, mengendalikan situasi, dan merasa lebih aman. Perilaku ini juga biasanya dipicu oleh kemarahan.

Banyak penelitian menunjukkan, dengan mempermalukan orang lain tidak akan mengubah perilakunya. Itu malah menyebabkan lebih banyak pemutusan hubungan dalam kategori kelompok baik dan buruk. Inilah yang terjadi saat kita membagikan masalah keluarga di media sosial.

Mungkin, kita merasa lebih baik dengan menceritakan hal itu kepada orang lain, namun kita tidak memikirkan masalah yang akan dihadapi ke depannya. Dan, tidak semua orang peduli dengan masalah kita. Jika memang tidak bisa diatasi sendiri, alangkah baiknya untuk mencari teman yang dipercaya atau juga terapis untuk membantu situasi yang sedang dihadapi itu.

Satu hal lagi, saat kita mengumbar masalah pribadi kita ke khalayak ramai, itu akan memecah persepsi terhadap masalah yang sedang dihadapi.

Dengan mengumbar masalah, itu sama saja kita mempermalukan mereka.

Menjatuhkan orang lain bukan hal yang harus dilakukan dalam mengatasi konflik. Terlebih, dengan cara tersebut, itu sengaja memancing orang lain untuk menilai sikap kita yang kurang dewasa. Ada dua alasan orang mempermalukannya di depan umum seperti itu, yakni pembalasan atas rasa sakit yang ditimbulkan atau merasa tidak tahan dengan mereka.

Akan tetapi, yang perlu diingat, ini bisa menjadi bumerang dan justru merusak hubungan kita dengan mertua. Bagaimana juga, sebelum mengambil sikap, seharusnya kita memikirkannya masak-masak, mereka adalah orang tua dari pasangan kita dan ketika kita mempermalukan mereka, itu sama dengan kita juga mempermalukan pasangan kita.

Dengan menabuh genderang seperti itu juga akan menyulitkan pasangan. Di satu sisi, ia adalah anak dari mertua kita. Di sisi lain, kita adalah pasangannya. Ini akan membuatnya dilema dan berada di tengah-tengah konflik yang tak kunjung usai.Bicarakan baik-baik dengan mertua.

Kita mungkin merasa benar saat melakukannya, namun di mata orang lain, itu tampak bahwa kita tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah. Cara terbaik untuk menyelesaikannya melalui terapi keluarga.

Ingat juga, pentingnya menjaga privasi karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. [rif]

Topik: Konflik KeluargaMedia SosialMertua
Anatasia Wahyudi

Anatasia Wahyudi

POS LAINNYA

5 Cara Perusahaan Mengurangi Beban Ganda Ibu Pekerja
Edukasi

5 Cara Perusahaan Mengurangi Beban Ganda Ibu Pekerja

4 Juli 2022
pendidikan kritis
Edukasi

Menjawab Paradigma Pendidikan Kritis

2 Juli 2022
Siapa Sangka, Kebiasaan Ini Menandakan Anak Cerdas
Edukasi

Siapa Sangka, Kebiasaan Ini Menandakan Anak Cerdas

30 Juni 2022
Artificial Intelligence untuk Game
Edukasi

Artificial Intelligence untuk Game di Era 4.0

29 Juni 2022
Bertanggungjawab Penggunaan Ponsel
Edukasi

Ajarkan Anak Remaja Anda Bertanggungjawab Penggunaan Ponsel

28 Juni 2022
DALL-E
Edukasi

AI “DALL-E” Membuat Tulisan Menjadi Lukisan

27 Juni 2022
Lainnya
Selanjutnya
Menggugat Sistem Sekolahan

Menggugat Sistem Sekolahan

jurnalis Al jazeera

Jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh Tewas Ditembak di Tepi Barat

TRANSLATE

TERBARU

batubara

Permintaan Batubara Eropa Meningkat, Apakah Industri Tambang Indonesia Siap?

4 Juli 2022
5 Cara Perusahaan Mengurangi Beban Ganda Ibu Pekerja

5 Cara Perusahaan Mengurangi Beban Ganda Ibu Pekerja

4 Juli 2022
Dongeng Utang Indonesia (Bagian Enam)

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Enam)

4 Juli 2022
Deklarasi ANIES NTB: Anies Sosok Pemimpin yang Paling Dibutuhkan Indonesia

Deklarasi ANIES NTB: Anies Sosok Pemimpin yang Paling Dibutuhkan Indonesia

4 Juli 2022
kekuasaan allah

Tanda Kekuasaan Allah, Bagi Kaum yang Berfikir

4 Juli 2022
hukum dan peraturan

Pondasi Republik: Perbedaan Hukum dan Peraturan

4 Juli 2022
khitan massal nu genuk

Khitan Massal NU Genuk Diikuti 44 Peserta, Tangisan Anak Pecah

3 Juli 2022

SOROTAN

Anies Bukan Pemimpin Biasa
Opini

Anies Bukan Pemimpin Biasa

:: Redaksi
3 Juli 2022

Penulis: Laode Basir, Koordinator Relawan ANIES TIAP orang memang merupakan pemimpin. Sekurangnya memimpin keluarga atau dirinya sendiri. Beberapa diantaranya diberi...

Selengkapnya
Anies Sunny Tanuwidjaja

Sunny yang Membelot, Anies yang Dirisak

2 Juli 2022
Walau Ibukota Pindah, Kami Tak Akan Tinggalkan Jakarta Dalam Keadaan Darurat Tenggelam

Walau Ibukota Pindah, Kami Tak Akan Tinggalkan Jakarta Dalam Keadaan Darurat Tenggelam

1 Juli 2022
anies holywings

Anies, Holywings dan Lidah Buzzer yang Kelu

30 Juni 2022
minyak goreng dan pertalite melalui aplikasi

Pembelian Pertalite dan Migor Melalui Aplikasi Berpotensi Timbulkan Kegaduhan

30 Juni 2022
Pasca Covid-19, Ledakan Bonus Demografi Jadi Tantangan Sekaligus Ancaman

Pasca Covid-19, Ledakan Bonus Demografi Jadi Tantangan Sekaligus Ancaman

30 Juni 2022
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Risalah
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Sastra
  • Khazanah
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang