BARISANCO – Sosok Ibnu Sina dikenal di kalangan muslim dan terlebih di dunia barat dengan menyebut namanya dengan Avicena. Ibnu Sina dilahirkan pada 370 H atau 980 M di Bukhara. Sejak kecil Ibn Sina sudah giat belajar dan senantiasa memperoleh ilmu dan memiliki keahlian.
Sehingga Ibnu Sina memperoleh kedudukan terhormat karena keunggulannya dalam ilmu-ilmu dan kejuruan Islam. Ia pun dijuluki dengan gelar-gelar besar seperti, Syaikh Ra’is dan Hujjat al-Haq.
Ibnu Sina menguasa beragam ilmu, menamatkan al-Quran dan menguasa ilmu nahwu pada umur sepuluh tahun. Ia belajar juga ilmu logika dan ilmu pasti yang diambilnya dari Abdillah Hatali. Selain itu ia juga mempelajari ilmu-ilmu alam, metafisika, yang di dalamnya terdapat metafisikanya Aristoteles.
Di usia delapan belas tahun Ibnu Sina sudah memahami karya Aristoteles dan Al-Farabi. Menurut keterangan dari muridnya Jurjani, bahwa sepanjang kehidupannya telah menghasilkan ilmu-ilmu yang sebagian besar ditulis ketika berumur delapan belas tahun.
Ibnu Sina memang dikenal di bidang kedokteran, sehingga menjadikan Sultan memberikan pintu masuk untuk mengakses perpustakaan istana. Ibnu Sina memanfaatkan waktu sebaik-baiknya di istana Fakhru ad-Daulah di dalam kota.
Ia pernah mengobati Sultan hingga sembuh, menjadikan Ibnu Sina disukai dilingkungan istana. Sehingga mengantarkan Ibnu Sina menjadi menteri. Semenjak wafatnya Sultan, kebijakan politik bertentangan dengan dirinya, ia menolak jabatan akibatnya ia dipenjarakan.
Dalam waktu sembilan tahun Ibnu Sina menulis beberapa buku penting. Juga mempelajari ilmu astronomi dan berhasil menciptakan teleskop.
Namun semenjak serangan dari Mas’ud ibnu Mahmud, merupakan penyebab hilangnya sejumlah karya-karya orang bijak ini sampai-sampai keterkejutan karena kehilangan karya-karyanya.
Ibnu Sina sangat menderita sehingga kembali ke Hamdan dan wafat pada tahun 428 H atau 1037 M. Di Hamdan Ibnu Sina bersemayam, masih ada kuburannya hingga saat ini.
Karya-karya Ibnu Sina
Karya tulis Ibnu Sina yang beredar hingga kini, yang masih ada. Diperkirakan sebanyak dua ratus lima judul, termasuk buku-buku singkat dan kumpulan surat-suratnya. Karya tulisnya mencakup tema-tema populer pada abad pertengahan.
Pada umunya tulisan-tulisan Ibnu Sina menggunakan bahasa Arab, meskipun sebagiannya berbahasa Persia, yaitu buku ilmu pengetahuan yang dipersembahkan kepada Ali ad-Daulah, yang dianggap sebagai tulisan falsafi pertama dalam tulisan Persia.
Gaya bahasa Ibnu Sina dalam bahasa Arab, khususnya dalam tulisan-tulisan pertamanya masih sulit dipahami. Setelah ia berada di Isfahan dan mempelajari sastra Arab, ia mampu menjawab kritikus-kritikus sastra Arab.
Hal itu dibuktikan dengan buku-buku yang ditulisnya menjelang tahun-tahun terakhir kehidupannya. Kitab al Isyarat wal Tanbihat yang telah menggunakan perkembangan bahasanya. Sedangkan buku-buku Ibnu Sina filsafat di mana as-Syifa, yang dipandang sebagai ensiklopedia ilmiah terpanjang satu-satunya yang pernah ditulis oleh seorang pengarang. Selain itu buku an-Najat yaitu ringakasan as-syifa’.
Sebagian besar karya-karya Ibnu Sina buku-buku mengenai logika, ilmu jiwa, ilmu alam semesta dan ilmu teologi. Selain itu ia juga menulis buku berjudul al-Bathiniyyah, yang termasuk buku penting.
Sedangkan yang berkaitan dengan kedokteran secara khusus. Ibnu Sina dengan karyanya al-Qonun sebuah buku mengenai sejarah kedokteran yang terkenal paling bertahan di Timur sampai sekarang dan masih dipelajari.
Kitab Alarjuzah dibidang kedokteran yang terhimpun dasar-dasar kedokteran Islami. Ditulis dengan bentuk bait-bait syair bersejarah yang mudah dihafalkan. Juga sejumlah buku-buku berbahasa Arab dan Persia yang membicarakan tentang penyakit dan obatnya.
Doktrin tentang Wujud
Filsafat Aristoteles dan filosof muslim Al-Farabi sangat mempengaruhi pandangan doktrin wujud Ibnu Sina. Doktrin filsafat ketuhanan atau Metafisika menurut Ibnu Sina berkisar pada filsafat wujud. Maka studi mengenai wujud dan segala perbedaannya secara khusus menempati posisi utama dalam pemikiran Ibnu Sina.
Menurut Ibnu Sina hakikat sesuatu itu tergantung pada wujudnya, sedang pengetahuan mengenai sesuatu terbatas akhirnya pada makrifat yang diterbitkan pada emanasi wujud keseluruhan yang menentukan semua ciri-cirinya dan sifat-sifatnya.
Tuhan adalah keniscayaan, sedang adanya sesuatu yang lain hanya mungkin dan diturunkan dari adanya Tuhan, lewat emanasi dan Tuhan itu tidak ada mengandung kontradiksi, karena dengan demikian yang lain pun juga tidak ada.
Sedangkan mengenai wujud, Ibnu Sina menyatakan wujud yaitu wujud dalam pengertian bersekutunya antar tiap-tiap sesuatu tanpa menjadi jenis secara keseluruhan adalah didasarkan pada dua perbedaan asasi yang menonjol pada setiap studinya.
Sedang dua perbedaan ini berkaitan dengan materi sesuatu dan wujud dari sesuatu yang salah satunya adalah zat atau materi, yang menjadi kemungkinan jawaban dari pertanyaan, “apakah itu ?” dan yang lainnya adalah wujud.
Maka ketika seorang berpikir tentang kuda misalnya, kemungkinan ia membedakan dalam pikirannya dalam gambaran kuda atau materinya yang mengandung gerakan, bentuk, warna dan tiap sesuatu lainnya yang berisi materi kuda, maka hakikat materi yang ada dalam pikiran adalah bebas dari wujud.
Dengan kata lain, bahwa seorang insan dapat memikirkan hakikat materi. Selain yang dipalingkan kepada apa yang jika berwujud atau tidak berwujud. Sedangkan di alam luar, maka sesuatu dan wujudnya adalah hakikat sesuatu itu sendiri bukannya sebagai dua bagian.
Setelah Ibnu Sina menetapkan adanya pembedaan asasi ini, ia menguatkan suatu anggapan bahwa wujud sesuatu itu ditambahkan kepada hakikat materinya.
Diskusi tentang post ini