Barisan.co – Indonesia sebagai negara tropis, memiliki dua musim yang berbeda, yaitu musim kemarau dan musim penghujan atau musim hujan. Pada bulan November ini, hujan hampir setiap hari terjadi dan banyak orang seringkali menyebut musim hujan menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya banjir.
Pakar hidrologi dan sumber daya air Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Yanto pada acara mimbar virtual yang mengambil tema “Pahlawan Milenial di November Rain” yang diselenggarakan Barisan.co Selasa (10/11) menjelaskan, bahwa sebenarnya hujan tidak pernah salah tapi manusianyalah yang salah. Karena hukum alamnya, air hujan itu meresap dahulu ke tanah kemudian melimpas.
“Tetapi, praktik pembangunan yang keliru telah mengubah sistem alam secara signifikan, jadi lebih sedikit yang meresap dan lebih banyak yang melimpas,” jelas Yanto.
Menjawab pertanyaan kenapa belakangan ini titik banjir di Jakarta banyak terjadi di Jakarta bagian selatan dibandingkan dengan utara. Yanto menjelaskan secara prinsip titik banjir itu dipengaruhi dari intensitas curah hujan, bagian mana yang hujan dan bagian mana yang tidak hujan.
“Satu kejadian banjir, tidak akan sama persis dengan kejadian banjir yang lain. Jadi, mesti diteliti dulu, besaran hujannya seberapa sehingga air itu akan mengalir sampai kemana saja,” terangnya.
Menurutnya, tidak bisa dipastikan kenapa sebelumnya banyak di Utara kemudian Selatan. Karena ada pengaruhnya dengan hujan yang terjadi. “Untuk tahu lebih detailnya harus tahu informasi atau catatan hujannya seperti apa di hari yang dimaksud,” tambah Yanto yang juga mengajar di Universitas Pertahanan ini.
Senada dengan itu, Koordinator Ciliwung Institute, Sudirman Asun menyebut, ada tiga jenis penyebab banjir yang terjadi di Jakarta yaitu banjir dari hulu, hujan lokal, ada juga hujan penyebabnya garis pantai lagi pasang air laut.
“Kalau siklus bulan itu sebulan dua kali melihat penanggalan Lunar itu bisa kalender Islam atau kalender Cina, setiap tanggal satu gelap bulan, air pasang akan tinggi. Kemudian tanggal 15 bulan purnama juga air laut akan pasang tinggi. Jadi, banjir besar yang biasanya lima tahun itu biasanya tiga-tiganya bersamaan ketemu di waktu bersamaan. Jadi hujan dari hulu dari Bogor, kemudian hujan lokal, dan laut keadaan sedang naik. Air sungai engga bisa keluar. Jadi harus diurut lagi kenapa Jakarta Selatan sekarang tahun ini lebih banyak banjir daripada Utara,” kata Asun.
Asun menambahkan jika ada kemungkinan titik banjir yang terjadi di Jakarta Utara itu lebih sedikit dikarenakan garis pantainya sedang surut. Sehingga air dengan cepat dialirkan ke laut dan membuat air lebih cepat surut.
“Pada fenomena sekarang ketika pemerintah lagi giat-giatnya lagi gandrung membeton sungai otomatis air hujan lokal itu sekarang terhambat untuk turun ke sungai karena tembok tinggi itu. Sehingga itu juga bisa membuat banyak banjir baru. ketika hujan lokal itu air tidak bisa turun ke sungai. Ya harus dirunut lagi penyebabnya. Bisa juga tadi itu seperti yang pak Yanto harus diukur lagi harus objektif ya. Tentang intensitas curah hujan,” jelasnya.
Menurut Asun bias yang sering terjadi ketika warganet membandingkan banjir itu hanya karena soal pandangan politik.
“Misalnya membandingkan banjir zaman Ahok dengan zaman Anies. Tapi mereka mengabaikan variabel curah hujan. Jadi curah hujan jaman Ahok itu berapa, jaman Anies itu berapa. Itu harus di-compare. Bukan cuma saling menghujat ya. Mengolok-olok. Zaman Anies lebih bagus dari zaman Ahok lebih sedikit. Jadi itu kan bisa dicek di BMKG,” tegas Asun. []