Ketiga, alam semesta disusun sedemikian rupa sehingga ia mampu berkembang. “Ia (Tuhan) menambahkan ke dalam ciptaannya itu apa yang dikehendaki-Nya.” (Fathir: 1).
Keempat, alam semesta bukanlah cetakan atau produk yang sudah selesai, yang tidak bergerak, dan tidak berubah. “Katakan, jelajahilah bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan itu, kemudian Allah menjadikannya ciptaan lain.” (Al-‘Ankabut: 20).
Pendek kata, Iqbal mengoreksi kesalahkaprahan kita tentang alam, bahwa pengetahuan tentang alam sejatinya adalah pengetahuan tentang perilaku Tuhan. Pengamatan kita terhadapnya, alam, menjadi semacam upaya kita menjalin kemesraan kepada Allah, sang Ego Tertinggi.
Sebab, alam bagi Diri Ilahiah sama dengan watak bagi diri kita. Alam bukanlah sebongkah materialitas murni yang menempati ruang hampa. Alam adalah bangunan peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan Diri Tuhan.
Hal kedua yang mengesankan dari Iqbal, yang tertera dalam Rekonstruksi Pemikiran Religius Dalam Islam, adalah takwilnya tentang turunnya Adam.
Kisah turunnya Adam sama sekali tidak berkaitan dengan lahirnya manusia pertama di atas planet bumi ini, tetapi lebih sebagai penjelas konsep individualitas. Kisah tersebut untuk mengungkap bahwa manusia yang semula primitif, yang memuja syahwat naluriah, meningkat menuju perasaan bahwa ia mempunyai jiwa yang bebas, yang bisa ragu-ragu lagi durhaka.
Jadi, kejatuhan manusia, yang dilukiskan sebagai Adam, bukan merupakan kejatuhan moral, melainkan transisi manusia dari kesadaran awam menuju pencerahan melalui kesadaran diri.
Kemudian, soal surga (dan neraka), Iqbal berkata, “Adapun surga dan neraka hanyalah keadaan bukan tempat. Al Quran menggambarkannya bersifat indrawi, yang dimaksudkan untuk hal-hal yang bersifat jiwa, yakni sifat atau keadaan.”
Pada bab Ego Insani, Iqbal menjelaskan konsep individualitas dan keunikan manusia itu sebagai sari Al-Quran. “Setiap manusia bertindak sesuai dengan tata lakunya, tetapi Tuhanmu sangat mengetahui siapa yang mendapat pimpinan terbaik pada jalan yang ditempuhnya.” (Al-Isra: 84).
“Dengan demikian, kepribadian sejati saya bukanlah suatu benda, melainkan suatu tindakan. Pengalaman saya adalah deretan tindakan yang saling berhubungan dan seluruhnya diikat oleh satu tujuan yang mengarah kepada Ego Tak Terbatas.” tulis Iqbal.
Kenapa demikian? Ada tiga hal yang dipapar Al-Quran tentang diri manusia, pertama, manusia adalah pilihan Tuhan, “Kemudian Tuhan memilihnya (Adam) dan mengampuninya serta memberinya bimbingan.” (Tha Ha: 122).