Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Jadi Makanan Favorit, Apa Bahayanya Makan Mi Instan?

Redaksi
×

Jadi Makanan Favorit, Apa Bahayanya Makan Mi Instan?

Sebarkan artikel ini

Enak, murah, dan praktis, tapi ada bahaya kesehatan yang mengintai.

BARISAN.CO – Mi instan menjadi salah satu panganan favorit masyarakat Indonesia. Selain mudah dimasak, harganya juga murah dan cukup mengenyangkan.

Selain itu, ada banyak varian rasa dari jenama yang menjamur di pasaran. Di Indonesia, berdasarkan laporan Licorice di tahun 2020, mi dimakan sebagai camilan (39 persen), makan sore (37,6 persen), dan makan siang (34,2 persen). Mereka yang makan sebagai camilan dan makan sore, biasanya mengonsumsi mi instan karena dianggap sebagai pengganjal saat lapar tiba sebelum makan besar.

Sedangkan untuk makan siang, biasanya orang akan memasak atau memesan mi dengan isian penuh setara nasi, seperti mi ayam atau mi Aceh.

Sebab mudah untuk dimasak, masih dari laporan Lirorice, 86,6 persen makan mi di rumah. Sementara, 23,8 persen lainnya lebih memilih makan di warung kopi (warkop), yang umumnya menjual mi instan. Mi yang dijual di warkop juga menawarkan harga yang murah meriah, sehingga menarik sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.

Maka, tidak mengejutkan, Indonesia berada di urutan kedua sebagai negara dengan jumlah konsumsi mi instan tertinggi di dunia, menurut World Instant Noodles Association. Selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2019 hingga 2021 jumlahnya terus meningkat.

Pada tahun 2019, jumlah mi instan yang dikonsumsi sebanyak 12,52 miliar bungkus. Sementara, di tahun 2020 berjumlah 12,64 miliar bungkus. Sedangkan di tahun 2021, sekitar 13,27 miliar bungkus atau setara nyaris 5 bungkus/orang, yang saat itu jumlah penduduk itu berjumlah 273,8 juta jiwa.

Dampak Buruk Bagi Kesehatan

Meski menggoda selera, sayangnya, ada kabar buruknya dari satu bungkus mi instan ini karena mengandung 4 gram protein dan hanya 1 gram serat, jadi bukan makanan kemasan yang sehat.

Mengonsumsinya mungkin ide yang buruk untuk orang yang sadar kesehatan karena mengandung monosodium glutamat (MSG), bahan tambahan makanan yang terkait dengan penambahan berat badan, masalah kesehatan otak, sakit kepala, mual, dan tekanan darah tinggi.

Bahkan, jika rutin mengonsumsi, maka kualitas diet kita akan buruk karena memiliki kadar protein, vitamin C, kalsium, zat besi, vitamin A, niasin, dan fosfor yang rendah.

Makan mi instan juga memungkinkan untuk rentan terhadap sindrom metabolik, suatu kondisi yang meningkatkan peluang terkena penyakit kesehatan atau diabetes.

Selain itu, asupannya juga dikaitkan dengan gaya hidup yang kurang gerak, obesitas, dan minuman sarat gula. Ditambah, satu porsinya mengandung 861 mg sodium yang terlalu tinggi bagi banyak orang, terutama orang yang memiliki tekanan darah tinggi atau sensitif terhadap garam.

Sehingga, bisa dikatakan bahwa makan mi instan boleh saja jika hanya sesekali. Namun, disarankan untuk menambahkan sumber protein yang baik seperti ayam atau telur atau paneer beserta sayuran ke dalam mi agar lebih sehat.

Frank Hu, profesor nutrisi dan epidemiologi dari Harvard School of Public Health melarang seringnya konsumsi mi instan dalam artikel New York Times tanggal 20 Agustus 2014.

“Satu atau dua kali sebulan tidak masalah,” katanya. [dmr]