Scroll untuk baca artikel
Opini

Jakarta Berkolaborasi: Cara Anies Baswedan Membangun Jakarta

Redaksi
×

Jakarta Berkolaborasi: Cara Anies Baswedan Membangun Jakarta

Sebarkan artikel ini
Oleh: Tatak Ujiyati*

BARISAN.CO – Pemimpin masyarakat bukanlah Mandor yang memaksa orang mengikuti. Pemimpin bangsa sejati menginspirasi orang-orang untuk bergerak lakukan perubahan. Di Jakarta, Anies Baswedan menginspirasi kita, menggerakkan warga agar terlibat dalam membangun dan merawat kota dengan paradigma Jakarta Berkolaborasi.

Jakarta Berkolaborasi adalah paradigma baru pemerintahan Anies Baswedan dalam membangun Kota Jakarta dengan pendekatan city 4.0 yang melibatkan warga sebagai salah satu aktor penting, yang setara. Warga disebut co-creator, pemerintah sebagai kolaborator.

Dalam konsep ini, warga tak dianggap melulu sebagai konsumen yang sifatnya pasif. Warga juga tak dianggap hanya sebagai pemegang hak yang diundang partisipasi hanya jika diperlukan. Tapi di Jakarta masa kini, warga diajak berperan sebagai aktor penting, sebagai kolaborator atau mitra pemerintah. Warga bisa punya inisiatif dalam membangun dan merawat kota.

JDCN (Jakarta Development Collaboration Network) adalah wujud paradigma Jakarta Berkolaborasi itu. Keren melihat upaya Pemprov DKI Jakarta menarasikan JDCN. Dikatakan JDCN adalah Jejaring mitra pembangunan lokal dan internasional Jakarta untuk merumuskan dan mewujudkan solusi pembangunan kota melalui model kolaborasi yang berkelanjutan. Ketahuan ya, semangat pemerintahan Jakarta di bawah Mas Anies: KOLABORASI/ gandeng tangan/ gotong royong/ kerjasama.

JDCN ada websitenya, teman-teman bisa cari tahu lebih jauh tentang bagaimana Jakarta berkolaborasi. Gagasan dari berbagai kolaborator — pemerintah, non pemerintah, dunia usaha, LSM, media, warga dll — dikoordinasi oleh JDCN lalu dalam implementasinya dikoordinasikan bersama SKPD terkait.

Mengapa Anies Baswedan merasa perlu mendorong kolaborasi/ gotong royong? Sebab beliau menyadari, bahwa pemerintah bukanlah super body, bukan mandor, apalagi raja. Yang tahu segalanya, yang menjadikan warga semata sebagai obyek. TIDAK. Warga adalah manusia berdaya yang punya aspirasi, niat baik, pengetahuan, pengalaman dan sumber daya yang siap bekerja sama dalam membangun dan merawat kota. Itu alasannya mengapa Jakarta memiliki paradigma baru, sebagai kota berkolaborasi. Itu juga alasannya mengapa Pemprov DKI Jakarta membentuk JDCN.

Community talks yang diadakan minggu lalu (17 – 18 Desember 2020) itu adalah salah satu kegiatan JDCN. Acara itu menarik sekali. JDCN Forum rencanannya diadakan tiap tahun. Insiatif yang bagus agar warga Jakarta, rakyat Indonesia, bahkan dunia internasional, jadi tahu cara Jakarta membangun dan merawat kota. Dengan kolaborasi, melalui gotong royong.

Ada 1.454.354 orang dari 38 negara yang ikut acara diskusi di Community Talk Forum JDCN kemarin. Banyak ide dan pengalaman bisa kita kita pelajari di sana. Saya ikut, mendengarkan hingga tuntas.

Para pembicara berbagi pengalaman berkolaborasi membangun kota. LSM Urban Poor Consortium dan RUJAK berbagi pengalaman berkolaborasi dalam membangun Kampung Aquarium. Sebuah kampung kota yang digusur jaman Gubernur Ahok, yang kini dibangun kembali. Anies tak hanya membuat pembangunan Kampung Aquarium niscaya, tapi ada perubahan penting dalam paradigma pembangunan kota secara umum. Jika dulu pemerintah menjadikan warga semata sebagai obyek dengan menggusur warga dan memaksa mereka menempati rumah-rumah susun pemerintah yang disewakan. Kini warga terlibat membangun huniannya sendiri, mulai dari pembangunan kampung sampai dengan manajemen pengelolaan kampung. Warga dilihat sebagai subyek yang berdaya.

Dalam community talk ada juga sesi tentang kerja kolaborasi dalam penanganan Covid-19. Keberhasilan Jakarta mencapai jumlah testing 8 kali standar WHO tak lepas dari kerja kolaborasi dengan 76 jaringan lab di DKI. Sikap terbuka Pemprov DKIJakarta dan koordinasi prima membuat Jakarta miliki data yang paling up todate dan paling accessible secara nasional.