Ada 1.454.354 orang dari 38 negara yang ikut acara diskusi di Community Talk Forum JDCN kemarin. Banyak ide dan pengalaman bisa kita kita pelajari di sana. Saya ikut, mendengarkan hingga tuntas.
Para pembicara berbagi pengalaman berkolaborasi membangun kota. LSM Urban Poor Consortium dan RUJAK berbagi pengalaman berkolaborasi dalam membangun Kampung Aquarium. Sebuah kampung kota yang digusur jaman Gubernur Ahok, yang kini dibangun kembali. Anies tak hanya membuat pembangunan Kampung Aquarium niscaya, tapi ada perubahan penting dalam paradigma pembangunan kota secara umum. Jika dulu pemerintah menjadikan warga semata sebagai obyek dengan menggusur warga dan memaksa mereka menempati rumah-rumah susun pemerintah yang disewakan. Kini warga terlibat membangun huniannya sendiri, mulai dari pembangunan kampung sampai dengan manajemen pengelolaan kampung. Warga dilihat sebagai subyek yang berdaya.
Dalam community talk ada juga sesi tentang kerja kolaborasi dalam penanganan Covid-19. Keberhasilan Jakarta mencapai jumlah testing 8 kali standar WHO tak lepas dari kerja kolaborasi dengan 76 jaringan lab di DKI. Sikap terbuka Pemprov DKIJakarta dan koordinasi prima membuat Jakarta miliki data yang paling up todate dan paling accessible secara nasional.
Ada juga sesi tentang Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB). Luar biasa program ini. Saya cek di website ada 488 kolaborator yang ulurkan tangan membantu Jakarta per hari ini. Di ataranya ada pemerintah Seoul, ada perusahaan seperti Toyota, ada Rumah Zakat, OJOL, Budha Tzu Chi, ada juga dari perorangan. Macam-macam yg dibantu ada alat tes PCR, handsanitizer, APD, paket sembako, makanan siap saji untuk para tenaga kesehatan. Semua kolaborator dan data sumbangannya tercatat rapi di website JDCN.
Begitupun dalam pengambilan kebijakan, kolaborasi adalah kunci. Pemprov DKI Jakarta berkolaborasi dengan akademisi dan NGO seperti Fakultas Kesehatan Masyarakat UI dan Lapor Covid. Sedari awal Pemprov DKI membuka data dan informasi yang memungkinkan para ahli membuat analisa kebijakan dan rekomendasi. Pemprov DKI pun responsive dalam menerima masukan. Hasilnya kita tahu, kebijakan yang diambil Pemprov DKI Jakarta selalu didasarkan pada ilmu pengetahuan, bukan berdasar kepentingan pribadi/ golongan.
Selain itu, ada juga cerita tentang kolaborasi membangun sistem transportasi terintegrasi. Sejumlah anak muda tergerak membuat penanda/ signage standar di halte-halte Trans Jakarta yang menaikkan level Jakarta menjadi kota yang ramah terhadap pemakai transportasi umum sebagaimana halnya kota-kota dunia . Ada juga cerita bagaimana antar instansi mampu secara efektif berkolaborasi yang memungkinkan halte terbakar oleh vandalisme saat demo beberapa waktu lalu bisa terbangun kembali hanya dalam 3 hari. Satu kolaborasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.