Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Senggang Edukasi

Jangan Menyuruh Anak untuk Selalu Diam

:: A. Ramdani
24 Januari 2022
dalam Edukasi
Menyuruh anak diam

Ilustrasi: Barisan.co

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Menyuruh anak diam, betapa banyak guru meminta anak untuk ‘diam’, ketika mereka berbicara karena dianggap rewel, mengganggu, atau membuat kesal

BARISAN.CO – Dalam sebuah seminar nasional, saya mendengarkan paparan narasumber yang amat memukau, dan materi yang disajikan menurut saya sangat luar biasa. Semua yang hadir memperhatikan ke depan, kecuali beberapa orang yang kebetulan duduk di deretan kursi tepat di belakang saya. Mereka amat mengganggu konsentrasi saya menyimak paparan narasumber. Apalagi posisi deretan kursi saya ada di bagian agak ke belakang.

Di pertemuan murid-murid SMP saya menyampaikan studium general tentang motivasi menulis. Sepanjang saya berdiri di hadapan mereka menyampaikan materi, sebagian murid yang duduk di barisan belakang, ada juga yang di tengah.

Bahkan tiga orang anak di bagian depan, asyik mengobrol. Bu guru yang tidak jauh dari  mereka memberi isyarat agar mereka diam. Tak sedikitpun isyarat guru itu digubris,  mereka tetap melanjutkan obrolan mereka sementara saya  terus menjelaskan materi.

Saya menghentikan penjelasan untuk jeda, dan memberikan  murid-murid itu kesempatan untuk bertanya, “baik, siapa yang mau bertanya? Atau siapa yang mau menyampaikan pendapatnya?”.

BACAJUGA

3 Kalimat yang Mungkin Muncul dari Anak Saat Lebaran

3 Kalimat yang Mungkin Muncul dari Anak Saat Lebaran

2 Mei 2022
Keterampilan Menenangkan Diri

Meningkatkan Keterampilan Menenangkan Diri

20 April 2022

Seketika seluruh murid hening, semua hanya diam terpaku, kecuali beberapa anak yang sedari tadi asyik ngobrol. Saya coba sapa mereka untuk memancing pertanyaan. Mereka diam, semua murid hanya diam. Yang sebelumnya asyik berbicara saat saya menjelaskan materi juga terdiam.

Fenomena seperti itu menjadi umum dan lumrah di dalam acara pertemuan. Orang-orang sibuk berbicara ketika seharusnya mereka mendengarkan. Anak-anak kita senang berbicara ketika mereka seharusnya menyimak.

Saat  mereka diminta untuk bicara, justru mereka tidak mau atau  tidak mampu. Bahkan perilaku tersebut tidak sedikit juga ada  pada mahasiswa atau orang-orang dewasa lainnya. Tidak mampu menjadi pendengar yang baik, dan tidak percaya diri untuk berbicara di depan publik.

Mengapa anak sulit untuk percaya diri dan tidak berani berbicara?

Mari kita perhatikan pola pendidikan di sekolah-sekolah atau pola pengasuhan di rumah yang senantiasa memilih “cara singkat” menyetop anak berbicara. Pada prinsipnya, kemampuan berbicara tumbuh dan berkembang dalam diri anak di mulai sejak usia dini sekali.

Anak-anak yang tidak memiliki gangguan speech delay dan tidak memiliki gangguan pendengaran akan mampu berbicara dengan cepat sesuai kebiasaan dan kepengasuhan orangtua di rumah serta lingkungan.

Sejak bayi, secara alamiah, anak-anak belajar berbicara dengan cepat seiring stimulus yang ia terima dari lingkungan dirinya. Hingga usia 1 tahun, umumnya anak sudah menguasai banyak kosa kata. Meskipun kosakatanya terbatas, orangtua  dapat mengembangkannya dengan mengajak berbicara setiap hari. Sayangnya, orangtua atau guru gagal paham tentang kondisi dan keinginan anak untuk diperhatikan.

Ketika batita (bayi tiga tahun) belajar bicara, pasti tidak ada orangtua yang menahannya untuk meyuarakan kata-katanya. Maka pertumbuhan kemampuan berbicara anak berlangsung secara cepat.

Tapi, seiring keaktifan dan kemampaun anak bertambah, berapa banyak orangtua yang mulai sering membatasi mereka? Betapa banyak guru meminta anak untuk ‘diam’, ketika mereka berbicara, karena dianggap rewel, mengganggu, atau membuat kesal.

Kebiasaan orangtua yang suka membatasi ekspresi anak, mengekang kebebasan anak untuk menyampaikan keinginannya, adalah karena itu dianggap sebagai “gangguan” bagi orangtua, juga  perilaku impulsif yang dipandang negatif.

Kemudian alih-alih orangtua mendengarkan dan memberikan solusi yang sesuai, memahami situasi yang terjadi pada anak, mereka malah menyuruh ‘diam’.  Diam dari tangisan, diam dari rengekan, atau diam saat menginterupsi Ayahnya atau Ibunya berbicara. Bahkan menyuruh diam diiringi dengan bentakan.

Sejak itu pola asuh otoriter akan memengaruhi perkembangan emosi anak, kepercayaan diri anak, hingga keberanian anak untuk berbicara sesuai perasaannya, keinginannya, bahkan berbicara  sejujurnya tidak muncul.

Dampak paling dekat adalah anak sulit berkata terus terang dan mau bercerita. Anak memilih untuk bohong. Kemudian membentuk sikap tidak percaya diri.

Minta anak melakukan apa yang seharusnya daripada menyuruhnya untuk diam.

Sebagai orangtua, memilih pendekatan yang positif dalam berkomunikasi dengan anak amatlah penting agar membantu pertumbuhan emosi dan perilakunya. Pujilah mereka ketika mereka melakukan apa yang Anda minta. Anak-anak menyukai  dan ingin tahu kapan mereka bisa melakukan sesuatu  dengan baik. Mereka biasanya melakukan apa yang mereka pikir sesuai harapan orangtua. Bersuara keras, berteriak, menyela pembicaraan, itu bagian dari cara mereka “merayakan” kemampuan berbicara.

Sesungguhnya jika Anda memberi tahu mereka bahwa mereka selalu berisik, mereka akan terus bersuara. Jika Anda menegur mereka karena berteriak dan memberi tahu mereka bagaimana perilaku mereka yang salah, mereka kemungkinan besar akan berperilaku tidak baik dan terus berteriak karena itulah yang menjadi fokus Anda. 

Anda ingin mereka tidak memberikan ‘gangguan’ saat Anda sedang berbicara, minta mereka melakukan apa yang seharusnya, misalnya katakan “bisakah kamu mendengarkan Ayah?, setelah ini kamu boleh bicara”.  “Bicaranya tidak perlu keras, karena Ibu bisa mendengar suara kamu yang lebih pelan”.  

Jadi,  fokus pada perilaku positif yang Anda tahu bisa mereka lakukan, bukan perilaku negatif yang terkadang mereka lakukan, untuk mendapatkan lebih banyak dari perilaku positif itu.

Semakin anak-anak diminta untuk diam saat mereka ingin bicara, maka akumulasi perlakuan otoriter tersebut akan membuat anak tidak berani menyampaikan pikirannya, isi hatinya, dan berkata yang sebenarnya. Karena orangtua mereka anggap akan merespons dengan negatif. [Luk]

Editor: Lukni
Topik: Anak Pendiamanak-anakPercaya diri
A. Ramdani

A. Ramdani

Praktisi pendidikan | Founder School for Parents

POS LAINNYA

kegiatan produktif saat menyusui
Edukasi

4 Kegiatan Produktif Saat Menyusui dan Menghasilkan Cuan

19 Mei 2022
mengapa anak berbohong
Edukasi

Mengapa anak berbohong? Hal yang Perlu Orangtua Lakukan

14 Mei 2022
Haruskah Kita Mengumbar Masalah Keluarga di Media Sosial?
Edukasi

Haruskah Kita Mengumbar Masalah Keluarga di Media Sosial?

11 Mei 2022
Pendidik dan Tanggung Jawab Sosial
Edukasi

Pendidik dan Tanggung Jawab Sosial (Bagian 1)

11 Mei 2022
kekuatan dalam diri manusia
Edukasi

6 Kekuatan Dalam Diri Manusia yang Tersembunyi

9 Mei 2022
pupuk organik cair nasi basi
Edukasi

Cara Membuat Pupuk Organik Cair Nasi Basi

5 Mei 2022
Lainnya
Selanjutnya
Industrialisasi di Indonesia

Industrialisasi dan Identitas Bangsa Merdeka

Tulang

Tulang Manusia, Bukan Sekadar Organ Mati

TRANSLATE

TERBARU

Kolaborasi dan Ekosistem, Penopang Model Bisnis Bank Digital

Kolaborasi dan Ekosistem, Penopang Model Bisnis Bank Digital

20 Mei 2022
ekspor beras DKI Jakarta

Peristiwa Bersejarah, DKI Jakarta Ekspor Perdana Beras ke Arab Saudi

20 Mei 2022
Kesusastraan jawa

Kesusastraan Jawa, Tinjauan Umum dan Jenisnya

20 Mei 2022
Polusi Membunuh 9 Juta Orang di Dunia Tiap Tahunnya

Polusi Membunuh 9 Juta Orang di Dunia Tiap Tahunnya

20 Mei 2022
Surplus/Defisit (Rp Triliun), 2000-2022

Surplus/Defisit (Rp Triliun), 2000-2022

20 Mei 2022
berharaplah kepada allah

Berharaplah Kepada Allah, Hati Jadi Tenang

20 Mei 2022
Fakta-fakta Seputar Minyak Goreng Curah yang Batal Dilarang Penjualannya

Ekspor Kembali Diizinkan Meski Harga Minyak Goreng Masih Tinggi, Bukti Ketidakbecusan Menteri Jokowi

20 Mei 2022

SOROTAN

Kasus Ruhut Sitompul
Opini

Kasus Ruhut, Waktu yang Tepat Rekonsiliasi

:: Yayat R Cipasang
16 Mei 2022

Kasus Ruhut Sitompul

Selengkapnya
Penyakit Mulut dan Kuku Kembali Mewabah Gegara Tergiur Impor Ternak Murah

Penyakit Mulut dan Kuku Kembali Mewabah Gegara Tergiur Impor Ternak Murah

11 Mei 2022
Ganjar Little Jokowi

Ganjar Little Jokowi, Untung atau Buntung?

8 Mei 2022
politik kadal gurun

Kisah Kecebong, Kampret dan Kadal Gurun

6 Mei 2022
Benarkah Bule Itu Pasti Kaya? Tidak!

Benarkah Bule Itu Pasti Kaya? Tidak!

5 Mei 2022
Kesalehan Sosial dan Islamophobia

Jilbab, Kesalehan Sosial dan Islamophobia

1 Mei 2022
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Risalah
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Sastra
  • Khazanah
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang