Edukasi

Jangan Menyuruh Anak untuk Selalu Diam

A. Ramdani
×

Jangan Menyuruh Anak untuk Selalu Diam

Sebarkan artikel ini
Menyuruh anak diam
Ilustrasi: Barisan.co

Kemudian alih-alih orangtua mendengarkan dan memberikan solusi yang sesuai, memahami situasi yang terjadi pada anak, mereka malah menyuruh ‘diam’.  Diam dari tangisan, diam dari rengekan, atau diam saat menginterupsi Ayahnya atau Ibunya berbicara. Bahkan menyuruh diam diiringi dengan bentakan.

Sejak itu pola asuh otoriter akan memengaruhi perkembangan emosi anak, kepercayaan diri anak, hingga keberanian anak untuk berbicara sesuai perasaannya, keinginannya, bahkan berbicara  sejujurnya tidak muncul.

Dampak paling dekat adalah anak sulit berkata terus terang dan mau bercerita. Anak memilih untuk bohong. Kemudian membentuk sikap tidak percaya diri.

Minta anak melakukan apa yang seharusnya daripada menyuruhnya untuk diam.

Sebagai orangtua, memilih pendekatan yang positif dalam berkomunikasi dengan anak amatlah penting agar membantu pertumbuhan emosi dan perilakunya. Pujilah mereka ketika mereka melakukan apa yang Anda minta. Anak-anak menyukai  dan ingin tahu kapan mereka bisa melakukan sesuatu  dengan baik. Mereka biasanya melakukan apa yang mereka pikir sesuai harapan orangtua. Bersuara keras, berteriak, menyela pembicaraan, itu bagian dari cara mereka “merayakan” kemampuan berbicara.

Sesungguhnya jika Anda memberi tahu mereka bahwa mereka selalu berisik, mereka akan terus bersuara. Jika Anda menegur mereka karena berteriak dan memberi tahu mereka bagaimana perilaku mereka yang salah, mereka kemungkinan besar akan berperilaku tidak baik dan terus berteriak karena itulah yang menjadi fokus Anda. 

Anda ingin mereka tidak memberikan ‘gangguan’ saat Anda sedang berbicara, minta mereka melakukan apa yang seharusnya, misalnya katakan “bisakah kamu mendengarkan Ayah?, setelah ini kamu boleh bicara”.  “Bicaranya tidak perlu keras, karena Ibu bisa mendengar suara kamu yang lebih pelan”.  

Jadi,  fokus pada perilaku positif yang Anda tahu bisa mereka lakukan, bukan perilaku negatif yang terkadang mereka lakukan, untuk mendapatkan lebih banyak dari perilaku positif itu.

Semakin anak-anak diminta untuk diam saat mereka ingin bicara, maka akumulasi perlakuan otoriter tersebut akan membuat anak tidak berani menyampaikan pikirannya, isi hatinya, dan berkata yang sebenarnya. Karena orangtua mereka anggap akan merespons dengan negatif. [Luk]