Oleh: Anatasia Wahyudi
Barisan.co – Mahfud MD dalam webinar Kemerdekaan-Refleksi 75 Tahun Indonesia Merdeka, mengatakan sistem demokrasi yang dijalankan di masa sekarang ini justru tak menghilangkan korupsi yang memang telah mendarah daging di Indonesia, Selasa (11/8/2020).
“Kita membangun demokrasi tapi faktanya korupsi makin banyak, sejarah reformasi coba, korupsi makin kurang gak dari Orde Baru. Tidak, itu makin banyak dan korupsi di era sekarang ini dibangun melalui demokrasi,” ucap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Demokrasi merupakan sistem kekuasaan yang meminimalisir terjadinya penyelewengan kekuasaan negara dengan pembagian kekuasaan. Menjamin check and balance dan juga partisipasi rakyat dalam setiap pengambilan keputusan. Sehingga seharusnya, demokrasi akan membantu pemberantasan korupsi. Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Hal ini bisa kita lihat di Indonesia.
Menurut Laporan Transparansi Internasional (TI) tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dunia menunjukkan hubungan negatif antara demokrasi dan korupsi. Dari 20 negara bebas korupsi teratas 19 diantaranya adalah negara yang bisa dikategorikan sebagai negara demokrasi. Hanya Singapura, satu-satunya negara yang tidak tergolong dalam negara demokrasi.
Di Indonesia sendiri demokrasi belum kuat sehingga korupsi justru masih terus terjadi. Untuk mengurangi korupsi dalam suatu sistem demokrasi dapat dilakukan apabila terlembaga secara penuh. Jika sebelumnya kita banyak berharap dengan kehadiran KPK dapat menegakkan pemberantasan korupsi. Hari ini nampaknya akan sulit karena KPK sendiri telah dilemahkan yang menyebabkan ancama besar bagi konsolidasi demokrasi di Indonesia.
Mengutip dari KPK: “Tanpa memperbaiki integritas, maka sebaik apa pun sistem yang diterapkan akan tetap munvul kolusi. Perang melawan korupsi akan menjadi perang abadi yang menguras energi dan sulit dimenangkan. Kehadiran integritas di level individu, organisasi, dan nasional merupakan pertahanan terbaik untuk mencegah terjadinya korupsi. Integritas anatara sistem dan integritas inilah yang akan menjadi faktor fundamental pemberantasan korupsi”.
Tepat 3 tahun yang lalu, (12/8) saksi kunci kasus korupsi e-KTP meninggal dunia. Sebelumnya Johannes Marliem menyampaikan kekecewaannya pemberitaan di Indonesia atas diumumkan namanya ke publik atas kepemilikan data rekaman korupsi tersebut.
Tujuan reformasi sendiri ialah untuk memberantas KKN yang terjadi di era Orde Baru. Namun sayangnya, hari ini kita bisa melihat sendiri yang terjadi. Jika dahulu di jaman Orde Baru korupsi dilakukan dibawah meja, sekarang dilakukan secara terang-terangan dan juga bersama-sama.
Bukan demokrasi yang seharusnya disalahkan melainkan integritas dan komitmen yang minim dimiliki oleh pejabat publik. Seperti Sri Mulyani yang sering berbicara untuk menghindari konflik kepentingan. Namun, adik iparnya menjadi komisaris Independen BUMN Pelindo 1. Juga, keponakan Luhut Binsar Pandjaitan yang resmi diangkat menjadi komisaris BEI.
Bahkan menurut data Ombudsman RI tahun 2019 terdapat 397 orang yang terindikasi rangkap jabatan duduk di kursi komisaris BUMN. Fadjroel Rachman yang merupakan aktivis 98 pun kini diam tak bersuara ketika menjadi juru bicara kepresidenan. Ia sebelumya dicopot dari komisaris utama Adhi Karya menjadi komisaris Waskita Karya.
Seperti yang dikatakan Tan Malaka, idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda. Arief Budiman dalam bukunya Kebebasan, Negara, Pembangunan: Kumpulan Tulisan 1965-2005 menulis bahwa ‘Sangat logis jika banyak orang idealis tidak mau masuk partai. Mereka alergi terhadap partai. Kalau ada tokoh yang masuk partai, biasanya dicemooh sebagai oportunis yang sedang mencari rezeki pribadi. Mereka, orang-orang idealis ini, lebih suka bekerja sendirian di kampus atau di masyarakat sebagai akademikus atau cendekiawan, atau bekerja di LSM”.