Scroll untuk baca artikel
Blog

Jangan Salahkan Sistem Tetapi Salahkan Keserakahan

Redaksi
×

Jangan Salahkan Sistem Tetapi Salahkan Keserakahan

Sebarkan artikel ini

Bukan demokrasi yang seharusnya disalahkan melainkan integritas dan komitmen yang minim dimiliki oleh pejabat publik. Seperti Sri Mulyani yang sering berbicara untuk menghindari konflik kepentingan. Namun, adik iparnya menjadi komisaris Independen BUMN Pelindo 1. Juga, keponakan Luhut Binsar Pandjaitan yang resmi diangkat menjadi komisaris BEI.

Bahkan menurut data Ombudsman RI tahun 2019 terdapat 397 orang yang terindikasi rangkap jabatan duduk di kursi komisaris BUMN. Fadjroel Rachman yang merupakan aktivis 98 pun kini diam tak bersuara ketika menjadi juru bicara kepresidenan. Ia sebelumya dicopot dari komisaris utama Adhi Karya menjadi komisaris Waskita Karya.

Seperti yang dikatakan Tan Malaka, idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda. Arief Budiman dalam bukunya Kebebasan, Negara, Pembangunan: Kumpulan Tulisan 1965-2005 menulis bahwa ‘Sangat logis jika banyak orang idealis tidak mau masuk partai. Mereka alergi terhadap partai. Kalau ada tokoh yang masuk partai, biasanya dicemooh sebagai oportunis yang sedang mencari rezeki pribadi. Mereka, orang-orang idealis ini, lebih suka bekerja sendirian di kampus atau di masyarakat sebagai akademikus atau cendekiawan, atau bekerja di LSM”.

Jika hari ini, aktivis yang dulu berjuang melengserkan kekuasaan Orde Baru, kini mereka bungkam dengan kekuasaan yang sudah di tangan. Jika berbicara tentang demokrasi sebenarnya korupsi sangat mungkin dientaskan. Namun jika melihat keadaan saat ini terutama disaat KPK dilemahkan, aktivis memperoleh kue kekuasaan, dan masyarakat khawatir untuk melaporkan tindakan korupsi seperti yang dialami oleh Johannes Marliem. Artinya bukan karena sistem demokrasi yang salah, melainkan karena keserakahan para koruptor tersebut.