Scroll untuk baca artikel
Blog

Kado bagi Punggawa Demokrasi Baru

Redaksi
×

Kado bagi Punggawa Demokrasi Baru

Sebarkan artikel ini

SETELAH melalui proses  fit and proter test (FPT) atau uji kepatutan dan kelayakan (UKK) oleh anggota Komisi II DPR,  sesuai dengan amanat UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, akhirnya pada Kamis dini hari (17/2/2022) DPR menetapkan 7 orang anggota KPU dari 14 nominasi dan 5 orang anggota Bawaslu dari 10 nominasi yang diserahkan oleh tim seleksi. Selanjutnya nama-nama terpilih tersebut diserahkan kepada presiden untuk disahkan menjadi anggota KPU dan Bawaslu RI Periode 2022-2027.

Para anggota KPU dan Bawaslu yang terpilih untuk masa bakti 2022-2027  adalah Betty Epsilon Idroos, Hasyim Asy’ari, Mochammad Afifuddin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik dan August Melaz. Sedangkan anggota Bawaslu terpilih adalah Lolly Suhenty, Puadi, Rahmat Bagja, Totok Haryono dan Herwyn Jefler H. Malonda.

Perjalanan menjadi punggawa institusi demokrasi tidak mudah, melainkan berat dan melelahkan. Sekurangnya harus lolos dari tiga tahap seleksi, yakni:  pertama, lolos syarat administratif  seperti: mengisi formulir pendaftaran, memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), ijazah, kesehatan pisik dan sebagainya. Kedua, lolos uji potensi akademik seperti: pengetahuan kepemiluan, wawasan kebangsaan, dan psikologis (kejiwaan). Ketiga, lolos proses politik melalui  FPT/ UKK oleh DPR.

Dari tiga tahapan proses seleksi tersebut, dua tahap paling tidak mudah dilalui adalah tahapan seleksi potensi akademik dan PFT/UKK di DPR. Pada seleksi potensi akademik, yang paling diuji adalah terkait kualitas personal calon menyangkut kompetensi, profesionalitas, integritas, dan rekam jejak calon. Sedangkan pada tahap FPT atau UKK, yang paling diuji lebih pada aspek relasi dan  akseptabilitas calon di hadapan anggota DPR RI.

Seleksi yang di dalamnya terdapat unsur kompetisi dan kontestasi yang dialami oleh anggota KPU dan Bawaslu juga akan dialami  partai politik, termasuk anggota Komisi II DPR RI manakala hendak bertarung kembali di Pemilu Serentak (Pilser) 2024. Bedanya hanya soal jadwal. Seleksi anggota KPU dan Bawaslu terlebih dahulu digelar. Sedangkan Pilser baru akan digelar pada 2024.

Konsekwensinya, manakala anggota DPR bertestimoni bahwa proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu yang dilakukannya telah dilakukan profesional, transparan dan akuntabel,  hal serupa seyogianya harus dicontoh dan dibuktikan ketika  para anggota DPR tersebut berkontestasi kembali di Pileg  2024, atau juga para calon legislatif pendatang baru. Termasuk para calon presiden, calon gubernur, dan sebagainya.

Dimensi Politik

Sebagai kepanjangan tangan dari fraksi dan partai politik, pilihan anggota Komisi II DPR RI terhadap para calon Penyelenggara Pemilu sulit melepakan diri dari instruksi ketua umum, the ruling elite suatu partai. Agar berhasil menggolkan pilihannya, biasanya para anggota komisi II DPR berkoalisi dengan anggota komisi/fraksi lainnya. Disini kompromi politik atau politik transaksional dengan melibatkan anggota DPR yang berbeda fraksi, sangat mungkin terjadi.

Mengacu UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 15 dan 89 ayat (3), mestinya penetapan anggota KPU  dan Bawaslu terpilih berdasarkan raihan suara peringkat teratas (voting).  Selain karena peraturannya memang menyebutkan demikian, positifnya akan diketahui secara terbuka anggota suatu komisi/partai memilih siapa calon anggota KPU atau Bawaslu. Manfaat lainnya memudahkan ketika misalnya terjadi Pengganti Antar Waktu (PAW).

Tetapi dalam pemilihan anggota KPU dan Bawaslu Periode 2022-227, Komisi II DPR lebih memilih melakukan pemilihan tanpa voting.  Mungkin karena sebelumnya sudah tercapai kompromi politik tingkat tinggi. Indikasinya dengan beredarnya nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu tiga hari sebelumnya dan ternyata nama-nama tersebut sama saat ditetapkan. Meskipun oleh sejumlah anggota DPR dianggap suatu kebetulan, namun sulit menepis terjadinya rekayasa politik dalam penetapan punggawa demokrasi terpilih.