Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Kado Spesial; Membacakan Cerita

Redaksi
×

Kado Spesial; Membacakan Cerita

Sebarkan artikel ini

Nah, sungai Sapen itu lumayan jernih. Airnya mengalir deras di antara bebatuan yang berserakan. Dan Rakai bebas mandi di situ. Ia bermain siram-siraman. Juga lompat dari batu ke batu.

Terus terang, baru seusai baca Cinta Yang berpikir, saya menjadikan sungai sebagai salah satu tujuan nature walk. Sebelumnya, sama sekali tak terpikir. Dan, alhamdulillah, kedua anak saya pun memfavoritkannya. Mereka bisa berjam-jam, walau di bawah terpaan sinar warna kuning yang acap garang.

Charlotte Mason merekomendasi agar orangtua mengakrabkan anak dengan alam. Dan, saya beruntung tinggal di kaki Gunung Ungaran. Banyak pilihan tempat yang masih alami, termasuk sungai. Anak-anak bisa bersentuhan alam dengan cukup mendalam. Bersahabat dan menemu keajaiban di baliknya. 

Anak-anak juga dapat menaksir kedalaman sungai, tanpa mesti terjebak pola ujian multiple choice (ala sekolahan). Sistem pilihan ganda di sekolah, yang saya sungguh muak, yang hanya mengajarkan peserta didik menerka-nerka jawaban. Yang tak mengajak berpikir untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang diberikan. Dengan pilihan ganda, praktis guru akan lebih gampang menemukan kesalahan. Dan murid tak punya pilihan lain, selain pasrah sebagai pesakitan sistem.

Ya, sistem sekolah yang telanjur susah diurai. Sistem yang menjerat orangtua gigih mengejar gengsi. Atas nama nilai ujianlah, para orangtua terpaksa mengeluarkan ratusan ribu rupiah. Mereka bersegera memasukkan anak ke dalam bimbingan belajar, les privat, dan kursus-kursus yang lain. Mereka ingin menyelamatkan anak mereka masing-masing dari tuduhan: anak bodoh, yang tak becus menetapkan pilihan dalam multiple choice.

Saya! Ya, mending ajak Rakai susur sungai, juga bacakan Dunia Sophie. Sementara sang kakak, Isa, kini sedang menempuh belajar agama di API ASRI, Magelang.