Scroll untuk baca artikel
Blog

Kampung Bayam, Cara Anies Membangun Tanpa Menggusur Apalagi Mengusir

Redaksi
×

Kampung Bayam, Cara Anies Membangun Tanpa Menggusur Apalagi Mengusir

Sebarkan artikel ini

MEMBANGUN infrastruktur tidak semata-mata mendirikan sebuah bangunan fisik sebagai sebuah ukuran kesuksesan dan prestise, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat sekelilingnya. Tidak ada yang terluka, dirugikan apalagi terusir dari tanah yang ditempati atau digarapnya.

Dua tonggak besar legacy Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang bisa menjadi contoh nasional dan kompatibel diterapkan di daerah lain adalah pembangunan rumah susun di Kampung Akuarium dan di Kampung Bayam.

Anies di dua tempat itu membangun menggunakan konsep yang humanis dan empatik. Tidak ada kekerasan fisik melainkan mengandalkan konsep dan cara persuasi.

Pembangunan yang dilakukan bukan untuk mengusir mereka apalagi untuk pengalihan fungsi lahan menjadi apartemen, mal atau hotel melainkan untuk mereka sendiri. Mereka hidup di tempat yang layak dan tidak tercerabut dari tempat hidupnya apalagi mata pencariannya.

Warga di Kampung Akuarium sebagian besar adalah nelayan dan pedagang. Pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, rumah mereka rata dengan tanah dan bangunan mereka jadi puing tak bernilai. Mereka juga sempat hidup terpencar dan tak bisa melaut lagi.

Namun ketika Anies Baswedan memimpin Jakarta warga Kampung Akuarium yang sempat putus asa dan terpencar kembali bisa kumpul dalam rumah susun. Kebersihan, fasilitas dan sanitasi mereka lebih sehat. Dan, para nelayan bisa kembali melaut.

Begitu juga dengan nasib warga Kampung Bayam yang sebagian tanahnya digunakan Jakarta International Stadium (JIS). Lawan politik dan oposisi di DKI Jakarta sempat mengeksploitasi isu Kampung Bayam. Namun, suara nyinyir itu hilang ditelan bumi ketika Anies mulai mempublikasikan wujud rumah susun sebagai pengganti rumah warga.

Dan benar saja, di akhir masa jabatannya Anies dapat menyaksikan senyum kebahagian warga Kampung Bayam. Mereka tak henti mengucap syukur bahkan sampai memeluk Anies Baswedan.

Mereka sebelumnya tak pernah terpikirkan, bermimpi untuk hidup di rumah susun dengan fasilitas lengkap.
Tapi kini di tiga blok rumah susun tersebut akan dihuni 138 kepala keluarga dan tiga unit lainnya akan digunakan untuk difabel.

Hunian tersebut terdiri dari 2 tipe dengan luas 36 meter persegi yang dilengkapi dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, ruang keluarga, serta balkon dan tempat jemur pakaian.

“Hadirnya JIS ikut membawa mereka yang tinggal di sekitarnya untuk tumbuh berkembang. Kami tidak ingin warga Kampung Bayam malah tersingkir dan menonton dari jauh, tapi ikut merasakan manfaatnya,” kata Anies.

Anies juga tidak mengubah mata pencaharian warga Kampung Bayam yang mayoritas petani. Untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, Pemprov DKI Jakarta memberikan pendampingan kepada mereka untuk bertani secara hidroponik berikut pemasarrannya. Sebagian dari mereka juga mendapat pekerjaan untuk tenaga pendukung di JIS, seperti mengurus taman dan tenaga kebersihan.

“Kampung Susun Bayam menjadi salah satu contoh bahwa ketika kita melakukan pembangunan, maka libatkan semua yang ada, bukan pilih cara mudah, cepat, tapi tidak mencerminkan keadilan sosial,” kata Anies.

Dan yang pasti, pada era kepemimpinan Anies tidak ada sajak “Tukang Gusur II” dari politikus Gerindra Fadli Zon. [rif]